Saturday 8 March 2014

USAHA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM




Telah diungkapkan  bahwa sampai saat ini pendidikan Islam masih perlu penyempurnaan dan pengembangan lebih lanjut dalam berbagai faktor, baik di bidang sarana maupun parasarananya masih perlu dibenahi dan ditata sedemikian rupa. Sehingga menjadi modal bagi  pengembangan insan-insan yang berkeperibadian yang utama.
Untuk memperoleh gambaran tentang faktor-faktor yang masih perlu dibenahi, maka dapat dikemukakan di sini, antara lain:
1.      Di bidang sarana ; yakni penyempurnaan kemampuan tenaga tehnis berupa guru-guru, alat-alat pelajaran dan pengajaran, metode pendidikan, organisasi dan administrasi dan sebagainya.
2.      Di bidang parasarana ; yakni penyempurnaan gedung sekolah, fasilitas-fasilitas lainnya termasuk perpustakaan, musallah dan sebagainya.
Faktor-faktor yang penulis kemukakan di atas pada hakekatnya merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pendidikan Islam di Indonesia, tanpa adanya faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan hambatan pelaksanaan pengajaran dan pendidikan Islam.
Untuk itu, perlu adanya usaha-usaha sebagai tindak lanjut untuk mengembangkan pendidikan Islam. Ada pun usaha-usaha untuk mengembangkan pendidikan Islam tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah cq. Departemen agama, tetapi menjadi tanggung jawab kita semua, termasuk para orang tua dan pemuda serta pelajar itu sendiri.
Mengenai usaha – usaha untuk mengembangkan pendidikan Islam antara lain     :
1. Di bidang parasarana pendidikan Islam :
a.      Pengadaan gedung-gedung,. Di sekolah Islam ini menjadi tugas pokok pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama; namun tidak menututp kemungkinan bagi badan-badan swasta untuk mengembangkan dan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Seperti diketahui bahwa salah satu tugas pokok Departemen Agama yaitu: "Penambaham sarana yang dipergunakan dan diperlukan bagi pengembangang kehidupan keagamaan termasuk pendidikan Islam".
b.      Pengadaan pasilitas pendidikan Islam, seperti :
Musallah, perpustakaan, ruangan peraktek bahasa dan ruangan laborotorium dan lain- lain.
2. Di bidang sarana pendidikan Islam
a.      peningkatan kemampuan tenaga pendidik, salah satu hambatan terhadap pendidikan Islam dewasa ini adalah karena kurangnya tenaga kerja yang cakap dan terampil. Kendatipun suda ada lembaga- lembaga pendidikan yang berorentasi pada usaha menelorkan tenaga- tenaga pendidikan Islam, namun hasil cetakannya belum dapat diandalkan. Bahkan masih perlu adanya usaha yang mengarah kepada peningkatan mutuh guru- guru sebagai tenaga propesional dalam tugas didik mendidik ini. Dalam hal ini perlu adanya semacam penataran, kursus- kursus dan lain yang mengarah kepada usaha tersebut.
b.      Pembenahan metode pendidikan Islam termasuk alat pendidikan dan pengajaran lainnya.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan program pendidikan dan pengajaran, akhlak, penerapan metode mengajar yang tepat. Metode yang biasanya diterapkan dalam mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama hanya metode ceramah atau ceritra, padahalmetode ini masih perlu dilengkapi atau diselingi dengan metode yang lain.
c.       Penyempurnaan isi kurikulum pendidikan Islam
Semakin dirasakan sekarang bahwa isi kuriklum pendidikan Islam sudah perlu disempurnakan, sehingga benar-benar relevan dengan keadaan dan tuntutan zaman dengan demikian kelak anak didik setelah menyelesaikan pendidikan dapat menunjkkan identitasnya sebagai seorag muslim sejati.
Dr. Zakiah Darajat mengatakan bahwa :

Agar kurikulum suatu sekolah, hendaknya disusun untuk menghadapi tuntutan masa remaja dan untuk membantu mereka dalam menghadapi persoalan yang sedang terjadi, atau yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.[1]
Demikian,lah unsur- unsur yang perlu dibenahi dalam usaha pengembangan pendidikan Islam. Unsur- unsur yang disebutkan itu adalah unsur- unsur yang menyangkut lingkungan pendidikan formal. Disamping itu dalam lingkungan masyarakat usaha- usaha yang dapat dilakukan dalam mengembangkan pendidikan Islam antara lain beberapa pengembangan kelompok- kelompok pengajian, teraining kepemimpinan Islam, latihan- latihan dakwah, pendidikan menghapal al- Qur'an, kelompok pengajaran bahasa arab, dan lain- lain.


[1] Zakiah Darajat, Problem Remaja di Indonesia, (Cet.III; Jakarta; Bulan Bintang, 1978), h.219

MANFAAT PENDIDIKAN ISLAM




Pada uraian terdahulu telah dipaparkan bahwa keberadaan pendidikan Islam dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya mempunyai andil yang cukup besar, disebabkan karena pendidikan Islam merupakan suatu wahana yang beroreantasi pada pembentukan insani yang berkepribdian muslim, sebagai manusia yang sehat jasmani dan rohani.
Dalam pada itu Islam sungguh progresif dan dinamis untuk membawa para penganutnya untuk maju disetiap sektor kehidupan.islam adalah agama yang jauh sekali orientasinya dan jauh pandangannya ke masa depan. Mengingat umur manusia relatif singkat, tentunya dalam masa hidupnya banyak masalah yang dihadapi dan harus dipecahkan. Oleh karena itu, ia harus membekali diri dengan pengetahua yang banyak dan terampil, terutama dalam kehidupan di masa teknologi canggih ini.
Sehubungan dengan hal tersebut Islam menghendaki agar setiap individu muslim belajar seterusnya, tanpa mengenal batas umur, dan kalau perlu sampai seumur hidup. Hal ini telah diperintahkan oleh Rasulullah saw melalui salah satu haditsnya yang berbunyi ;
أطلب  العلم  من  المهد  الى  اللهد.
Artinya:          Tuntutlah ilmu pengetahuan ssejak dari ayunan samapi ke liang lahad (sejak kecil sampai ian meninggal dunia)  .[1]
Hadits tersebut menuntut kepada setiap orang agar manusia senantiasa belajar dan menuntut ilmu pengetahuan sejak kecil hingga dewasa, bahkan sampai ia meninggal dunia sesuai dengan kesanggupanya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
Dengan menyadari keberadaan pendidikan Islam yang demikan pentingnya, maka seyogyanyalah jikalau pendidikan Islam itu menjadi fokus perhatian kita sekalian, dalam arti kata berusaha untuk mengembangkannya.
Hal ini dimaksudkan dengan pengembangan pendidikan Islam sebagai usaha untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan Islam. Namun pengembangannya tidak hanya diarahkan kepada salah satu sektor tertentu saja, tetapi harus menyeluruh kepada beberapa faktor yang mempunyai peranan dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam.
Faktor-faktor yang dimaksud antara lain; faktor tenaga pengajar, faktor kurikulum, faktor tujuan, faktor penilaian, faktor sarana dan parasarana pendidikan Islam dan faktor lainya.
Perlu dijelaskan di sini bahwa kendatipun keberadaan pendidikan Islam di Indonesia merupakan pendidikan yang sudah tua, namun ketuanya itu belum menamppakkan hasil-hasil yang dapat dibanggakan terutama dalam dekade terakhir ini, bahkan dapat dikatakan mengalami kemunduran khususnya dari segi kwalitas.
Menurut seorang pengamat ahli pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam di Indonesia bagaikan musafir saja dalam arti belum menemukan kestabilan sesuai dengan kedewasaan dan ketuaan umurnya, terjadinya hal yang demikian disebabkan karena adanya beberapa faktor, antara lain faktor tujuan pendidikan Islam itu sendiri yang sampai saat ini masih kabur, demikian pula faktor kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah yang melaksanakan pendidikan Islam itu sendiri yang sampai saat ini masih kabur, demikian pula faktor kurikulum yang dipergunakan di sekolah-sekolah yang melaksankan pendidikan Islam sampai sekarang ini belum ada keserasian. Menurut beberapa ahliterjadi ketiak serasian kurikulum pendidikan Islam disebabkan pencampur bauran antara pengertian pendidikan dengan pengertian pengajaran, demikian pula bercampur antara pengertian Islam dengan teori-teori keagamaan. Selanjutnya tantangan pendidikan Islam yaitu ketiadaan tenaga pendidik yang tepat dan cakap.[2]
Tantangan pendidikan Islam yang penulis ketengahkan di atas tentunya harus ditangani sedini mungkin oleh semua pihak, terutama bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam bidang pendidikan Islam. Sebenarnya menjadi tanggung jawab bagi kita semua bagaiman membebani dan menata unsur-unsur atau faktor-faktor yang berperan dalam proses pendidikan Islam, sehingga mutu (kwalitas) anak didik yang dihasilkan oleh pendidikan Islam itu benar-benar dapat dibanggakan.
Drs. H. M. Arifin M. Ed mengatakan bahwa :

Mengingat pelaksanaan dan tujuannya yang begitu luas itulah maka pendidikan agama memerlukan perbaikan mutuh baik perasarana maupun sarananya.[3]
Apa yang diungkapkan oleh Drs. H. M. Arifin M. Ed tersebut di atas, adalah merupakan motivasi dari pihak-pihak berwenang dalam bidang pendidikan Islam untuk lebih serius memikirkan alternatif pemecahannya tiada lain yang lebih kurang dalam hal ini adalah ummat Islam dan pemerintah cq. Departemen agama.


[1] Ahmad Al-Hasymy, Muhtarun Al-haditsun Nabawiyah. (Cet VI; Qairo; Mat'bah Hijazi, 1984), h. 156
[2] Berlian Samad, Beberapa Persoalan dalam Pendidikan Islam, (cet.I; Bandung ; PT Al-Ma'arif, 1981), h. 101-107  
[3] M. Arifin M. Ed. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Keluarga dan Sekolah, (Cet.I; Jakarta; Bulan Bintang, 1975), h. 118

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM




Sebelum diuraikan lembaga dan bentuk pendidikan Islam, maka terlebih dahulu sejarah berkembangnya pendidikan Islam di Indonesia.
Kehadiran pendidikan Islam di Indonesia erat kaitanya dengan usaha penyebaran dan perluasan agama Islam melalui ulama-ulama dan muballigh. Disamping usaha yang berbentuk tabligh-tabligh (kegiatan pendidikan non formal); penyebaran agama Islam diadakan pula sistem pengajaran. Atau dengan kata lain penyebaran agama Islam dilakukan dengan sistem formal dan non formal.
Sebagai gambaran tentang adanya kegiatan pendidikan yang dilakukan para muballigh, berikut ini penulis akan mengutip uraian Prof. H. Mahmud Yunus sebagai berikut:

Para muballigh dan ulama melakukan penyebaran Islam dimana saja mereka berada, di pinggir kali, sambil menanti perahu pengangkut barang, di perjamuan waktu mengadakan pesta, di padang rumput tempat mengembala kerbau dan ternak, di tempat penimbungan barang dan di pasar tempat berjual beli, dan lain-lain.[1]
Kemudian menyinggung tentang kegiatan pendidikan Islam yang bersifat non formal, dapat dilihat dai tabligh-tabligh, juga melalui media komunikasi massa, seperti penerbitan majalah, brosur dan pemberitaan melalui siaran radio dan lain-lain.
Setelah kita menelusuri perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, telah memberikan gambaran tentang cara dan sistem operasional pendidikan Islam itu. Dalam hal ini cara dan sistemnya ada yang bersifat non formal, dan formal serta informal.
Dengan cara dan sistem operasional pendidikan Islam yang demikian itu berarti lembaga dan wadah yang digunakannya juga ada wadah yang informal seperti pendidikan Islam di keluarga, wadah non formal seperti masjid dan musallah, siaran melalui radio, dan wadah pendidikan Islam yang sifatnya formal seperti lembaga pendidikan pesanteren dan madrasah.
Khusus tentang lembaga pendidikan Islam di Indonesia secara formal lembaga pendidikan pesanteren dan madrasah adalah lembaga yang palin populer.
1. Madrasah/Sekolah Islam.
Dewasa ini tingkatan atau jenjang pendidikan Islam melalui madrasah sudah dibuka semua tingkatan mulai tingkat taman kanak-kanak (Raudhatul Atfal) sampai tingkat perguruan tinggi, seperti IAIN, pendiriannya disamping diusahakan dan dikelolah langsung oleh organisasi - organisasi Islam, seperti: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lain-lain.
Sebagai lembaga pendidikan formal madrasah itu memiliki kurikulum dan administrasi sekolah yang dilakukan secara klasikal dan bertingkat.
2. Pesantren.
Pesanteren merupakan wadah yang khas bagi santeri-santeri untuk membina dan memantapkan pengetahuan agama Islam, di samping pengetahuan umum. Pada dasarnya alumni-alumni dari pesanteren ini dipersiapkan untuk menjadi ahli- ahli agama Islam (ulam- ulama). Namun dewasa ini sistem pendidikan pesantren telah memasuki era baru dengan adanya sistem klasikal dan jenjang atau tingkat pendidikan aliyah, bahkan pelajarannya diarahkan dengan mengikuti kurikulum sekolah umum, hal ini dimaksudkan oleh pemerintah agar santri- santri yang telah menyelelesaikan studinya dapat mengetahui dan menguasai pengetahuan agama Islam serta pengetahuan umum, sehingga dapat dijuluki sebagai ulama plus ujar mentri agama RI H. Munawwir Dzazali MA.
Sistem pelajaran seperti yang penulis utarakan di atas, telah diperaktekkan di beberapa pesantren yang ada disulawesi selatan, seperti; pesantren modedern Immim Ujung pandang, pesantren ma'hadits biru di watampone dan lain- lain.


[1] Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Cet II, (Jakarta: Mutiara, 1979), h. 13-14.

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM




Pada hakekatnya setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Demikian pula halnya dengan  pendidikan sebagai suatu usaha dan proses ke arah pembinaan dan pencerdasan, tidak terlepas dari tujuan dan saran yang akan dicapai. Dalam artian bahwa tujuan pendidikan bukanlah merupakan sesuatu hal yang tetap (konstan) dan statis, akan  tetapi ia merupakan suatu proses yang senantiasa dinamis ke arah pembinaan keseluruhan dari kepribadian seseorang dan berkenaan dengan aspek kehidupan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan tujuan adalah sasaran yang hendak dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam adalah sasaran atau idealita yang hendak dicapai dalam melaksanakan suatu kegiatan pendidikan. Dalam hal ini, pendidikan Islam bertujuan untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan ajaran Islam dalam menata kehidupan individu maupun kelompok atau kemasyarakatan. Dalam mencapai tujuan atau sasaran yang akan dicapai dilakukan melalui suatu proses yang terencana dan sistematis.  Itu artinya bahwa semua kegiatan pada dasarnya tidak ada yang hampa tujuan.
Sekaitan dengan hal tersebut, Ahmad D. Marimba mengidentifikasi fungsi tujuan dalam suatu kegiatan yang dilakukan kepada empat macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Mengakhiri usaha.
2.      Mengarahkan usaha.
3.      Tujuan merupakan titik pangkal untuk tujuan-tujuan lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama.
4.      Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha yang dilakukan.[1]
Dengan demikian, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa tujuan atau saran yang hendak dicapai dalam suatu kegiatan merupakan faktor yang sangat urgen dan menentukan keberhasilan atau kesuksesan kegiatan yang dilaksanakan. Dikatakan demikian karena tanpa adanya antisipasi (pandangan kedepan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi, demikian pula kegiatan-kegiatan yang tidak efesien. Itu artinya bahwa kegiatan atau usaha yang mempunyai tujuan luhur, lebih mulia dari pada usaha yang tidak mempunyai tujuan.
Jika dilihat kembali pengertian pendidikan Islam akan tampak bahwa sesuatu yang menjadi tujuan dan diharapkan terwujud setelah mengalami proses secara keseluruhan adalah terciptanya kepribadian seseorang yang dapat membuatnya menjadi ”insan kamil” dengan pola takwa.[2] Insan kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah swt. Ini mengandung arti bahwa pada dasarnya pendidikan Islam bertujuan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan sesama manusia. Pada gilirannya dapat mengambil mamfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini demi kepentingan hidup di dunia dan di akhirat nanti.
Tujuan ini kelihatannya sukar dicapai, akan tetapi dengan kerja keras dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka yang konsepsional mendasari pencapain tujuan bukanlah suatu yang mustahil. Dikatakan demikian karena sesukar apapun dan sesulit apapun suatu gagasan atau kegiatan, jika dihadapi dengan suatu sistem yang strategik, maka itu merupakan suatu keniscayaan. Artinya sistem dan strategi yang baik dapat mengantarkan kepada kesuksesan.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka tujuan pendidikan Islam secara garis besarnya dapat diklasifikasikan kepada empat bagian:
1.      Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan cara pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus tergambar pada pribadi seseoarang yang sudah dididik walaupun dengan ukuran yang kecil dan mutu yann rendah sesuai dengan tingkat tersebut.[3]
Cara atau alat yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pengajaran. Karena itu pengajaran sering diidentikkan dengan pendidikan, meskipun kalau istilah ini tidak sama. Pengajaran ialah poros membuat jadi tahu, mengerti, menguasai, ahli tetapi belum tentu menghayatinya. Sedangkan pendidikan ialah membuat orang menjadi terdidik mempribadi menjadi adat kebiasaan. Maka pengajaran agama mencapai tujuan pendidikan Islam.
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan pendidikan nasioanl negara. Dalam arti pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan umum tidak dapat dicapai kecuali melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenarannya. Tahapan dalam mencapai tujuan pada pendidkan formal (sekolah madrasah) dirumuskan dalam bentuk tujuan kurikuler yang selanjutnya dikembangkan dalam tujuan instruksional.
2.      Tujuan Akhir.
Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia telah berakhir pula. Adapun tujuan akhir pendidikan Islam terwujudnya kepribadian muslim, sedangkan kepribadian di sini adalah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau menceminkan ajaran Islam.
Menurut Ahamad D. Marimba aspek-aspek kepribadian dapat digolongakan dalam tiga hal yaitu:
1.      Aspek-aspek kejasmaian; meliputi tingkah laku luar yang muda nampak dan ketahuan dari luar, misalnya: cara-cara berbuat, cara-cara berbicaradan sebagainya.
2.      Aspek-aspek kejiwaan; meliputi aspek-aspek tidak segera dapt dilihat dan ketahan dari luar, miasalnya: cara-cara berpikir sikap (berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi suatu hal0dan minat.
3.       Aspek-aspek kerohanian yang luhur; meliputi aspe-aspek kejiwaan yang lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan  ini meliputi sitem nilai-nilai yang telah meresap dalam kepribadian itu, yang telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarah dan memberi corak seluruh kepribadian individu itu. Bagi orang yang beragama, aspek-aspek inilah yang menuntunnya ke arah kebahagiaan bukan saja di dunia tetapi juga di akhirat dan aspek-aspek inilah yang pada gilirannya memberikan kualitas kepribadian keseluruhannya.[4]
Ringkasan yang dimaksud dengan kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspeknya yakni baik tingkah laku luarnya, kegitan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepadanya. Kendatipun demikian, tujuan akhir pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup seorang muslim. Dalam artian bahwa pendidikan Islam itu sendirti hanyalah suatu sarana mewujudkan tujuan hidup manusia sebagaimana difirmankan Allah dalam QS. al-Dzariyat : 56 sebagai berikut:
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
              Terjemah :  Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka menyembah-Ku.[5]
3.      Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola taqwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin merupakan suatu lingkaran kecil, semakin tinggi tngkatan pendidikannya lingkaran tersebut semakin besar pula. Akan tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkat permulaan bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan. Dengan demikian, bentuk lingkaran inilah yang menggambarkan insan kamil itu. Dari sinilah barangkali perbedaan mendasar bentuk tujuan pendidikan Islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya.[6]
Dengan demikian, sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan adalah tercapainya berbagai kemampuan jasmani dan rohaninya. Olehnya itu sejak tingkat Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar gambaran insan kamil hendaknya sudah kelihatan. Dengan kata lain bentuk insan kamil dengan melalui pola takwa itu hendaknya tercermin dalam semua tingkat pendidikan Islam Karena itu, setiap lembaga pendidikan Islam sesuai dengan tingkat jenis pendidikannya.
4.      Tujuan Operasional
Tujuan operasional dijelaskan bahwa tujuan peraktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidkan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapakan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional disebut juga tujuan intruksioanal dan selanjutnya dikembangakan menjadi tujuan instruksiona umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan oleh unit-unit kegiatan pengajaran.[7]
Dalam tujuan operasional ini banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah, sifat yang berisi kemampuan dan keterampilan ditonjolkan, misalnya ia dapat berbuat terampil melakukan, lancar mengucapkan,mengerti, memahami, menyakini dan menghayati. Dalam pendidkan terutama berkaitan dengan kehiatan lahirnya, seperti bacaan dan kifayat, salat, ahlak dan tingkah laku. Kemampun dan keterampilan yang dituntut pada anak didik, merupapakan bagian kemampuan dan keterampilan insan kamil dalam ukuran anak, yang menuju kepada bentuk insan kamil yang semakin sempurna dan meningkat. Anak sudah bisa melakuakan ibadah, meskipun ia belum memahami dan menghayati ibadah itu.


[1] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Cet. I; Bandung : al-Ma’arif, 1980), h. 45-46; lihat pula, Nur Uhbiyati, Op.cit., h. 29
[2] Lihat, Zakiah Darajat, Op.cit., h. 24
[3] Lihat, Ibid., h 29
[4] Ahmad D. Marimba, Op.cit., h. 6
[5] Dep. Agama RI, Op, cit., h. 862
[6] Lihat, Zakiah Darajat, Op.cit.,  h. 32
[7] Lihat, Ibid, h. 32-33.