PENGERTIAN HADIST

Friday 7 March 2014

PENGERTIAN HADIST




Yang dimaksud Al-hadis (Sunnah) dalam pembahasan ini adalah segala apa yang datang dari Nabi Muhammad Saw., baik berupa perbuatan, perkataan, persetujuan (taqrir) dan sebagainya dalam fungsi beliau sebagai Rasulullah.
Al-hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Al-hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an, berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat global, pemberi pedoman tentang pelaksanaan aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Qur’an, dan menta’kidkan ayat-ayat Al-Qur’an serta menerangkan sssuatu yang belum dijelaskan secara riil dalam Al-Qur’an, misalnya dalam surat Al-Baqarah : 43 berbunyi:
Artinya:
“Dan dirikanlah shalat”.[1]

Ayat tersebut masih bersifat global, sehingga Rasulullah Saw. menjelaskan bagaimana cara mengerjakan shalat, berapa kali dilaksanakan, berapa rakaatnya, bacaan-bacaanya, dan tata cara pelaksanaanya. Sebagaimana dalam sabdanya:
Artinya:
Shalatlah kamu sekalian, sebagaimana engkau melihat cara aku shalat.[2]

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Al-hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an, yang juga kandungannya mengatur tentang urusan hidup, baik hidup secara pribadi, keluarga dan bermasyarakat, sehingga pada akhirnya manusia tidak akan hina dan tersesat dalam kehidupannya jika tetap berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Al-hadis. Sebagaimana Sabda Rasulullan Saw:
Artinya:
“sesunguhnya saya telah meninggalkan untukmu dua perkara (pedoman), kamu sekalian tidak akan tersesat selama kamu berpegang kepadanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi.[3]

Demikian, uraian tentang dasar-dasar ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-hadis, yang merupakan pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam mengatur segala aktivitas dalam kehidupannya yang harus ditaati dan dilaksanakan dalam rangkan mendapatkan kebahagian di dunia maupun di akhirat. Kedua dasar tersebut, telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sehingga semua persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh manusia harus dikembalikan kepada sumber dasar ajaran Islam tersebut, sebagaimana firman Allah Surat An-Nisaa’ 59 yang berbunyi:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah).[4]


[1]  
[2] Al-Hafid AI-Munziry. Mukhtashar Shahih Muslim, (Juz III, Daarul Al-Khuwaitiyah, 1969), h. 249.
[3] Allman Jalaluddin Abd. Rahman Abi Bakri, Jami’u Shaghir, (Kairo: 1976), h. 160.
[4] Dep. Agama RI. op. cit., h. 128.

0 komentar :

Post a Comment