POLA ASUH ORANGTUA DALAM MENGEMBANGKAN PERILAKU SOSIAL ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
proses tumbuh kembang menjadi manusia, anak mulai dibentuk kepribadiannya oleh
keluarganya. Pembentukan kepribadian anak diperoleh melalui proses sosialisasi
di dalam keluarga yang berlangsung dalam bentuk interaksi antara anggota
keluarga. Pemberian perlakuan oleh orangtua kepada anaknya menekankan pada
bagaimana mengasuh anak dengan baik. Pada umumnya perlakuan orang tua di
dalam mengasuh anak-anaknya diwuudkan dalam bentuk merawat, mengajar, membimbing, dan kadang-kadang bermain dengan anak.
dalam mengasuh anak-anaknya diwuudkan dalam bentuk merawat, mengajar, membimbing, dan kadang-kadang bermain dengan anak.
Orangtua
sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak, sebab orangtua merupakan guru
pertama dan utama bagi anak. Pendidikan yang diberikan oleh orangtua dalam
keluarga merupakan pendidikan pertama yang diterima anak, sekaligus sebagai
pondasi bagi pengembangan pribadi anak selanjutnya. Orangtua yang mampu
menyadari akan peran dan fungsinya yang demikian strategis, akan mampu
menempatkan diri secara lebih baik dan menerapkan pola asuh dan pola pendidikan
secara lebih tepat.
Orangtua
adalah kunci utama keberhasilan anak. Orangtualah yang pertama kali dipahami
anak sebagai orang yang memiliki kemampuan luar biasa di luar dirinya dan dari
orangtuanyalah anak pertama kali mengenal dunia. Melalui orangtua, anak
mengembangkan seluruh aspek pribadinya. Dalam hal ini, konsep orangtua bukan
hanya orang tua yang melahirkan anak, melainkan orangtua yang mengasuh,
melindungi dan memberikan kasih sayang kepada anak.
Memahami
betapa pentingnya peran orangtua bagi pendidikan dan pengembangan anak serta
betapa besar tanggung jawab orangtua terhadap pengembangan diri anak baik di
rumah maupun di sekolah, maka belajar bagi orangtua mutlak diperlukan. Dengan
terus belajar orangtua akan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan lebih
baik. Selain itu orangtua juga akan mampu memerankan diri sebagai orangtua yang
lebih bijaksana di mata anak-anaknya.
Menurut
Rahman (2002:100-101) peran orangtua bagi pengembangan anak secara lebih rinci
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Memelihara kesehatan fisik dan mental
anak. Fisik yang sehat akan memberikan peluang yang lebih besar bagi kesehatan
mental. 2) Meletakkkan dasar kepribadian yang baik. Strruktur kepribadian anak
dibangun dan dibentuk sejak usia dini. 3) Membimbing dan memotivasi anak untuk
mengembangkan diri. Anak akan berkembang melalui prosese dalam lingkungannya.
Lingkungan pertama bagi anak adalah keluarga. 4) Memberikan fasilitas yang
memadai bagi pengembangan diri anak. 5) Menciptakan suasana yang aman, nyaman
dan kondusif bagi pengembangan diri anak.
Salah satu aspek pengembangan
pada diri anak yang perlu melibatkan bimbingan orang tua adalah pengembangan
perilaku sosial. Sebagian besar orang tua
menyadari adanya hubungan yang erat antara perilaku sosial anak dengan
keberhasilan dan kebahagiaan pada masa kanak-kanak dan pada masa kehidupan
selanjutnya. Untuk menjamin bahwa anak dapat melakukan penyesuaian dengan baik,
orangtua memberikan kesempatan kepada anak untuk menjalin kontak sosial dengan
anak yang lain, dan berusaha memotivasi anak agar aktif secara sosial.
Perilaku sosial anak perlu dikembangkan karena dua alasan.
Pertama, pola perilaku dan sikap yang dibentuk pada masa awal anak cenderung
menetap. Kedua, jenis perilaku sosial yang dilakukan anak meninggalkan ciri
pada konsep diri mereka.
Orangtua menaruh perhatian
terhadap perilaku sosial anak karena anak yang diterima dengan baik mempunyai
kemungkinan yang jauh lebih besar untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan
kemampuannya dibandingkan dengan anak yang ditolak atau diabaikan oleh teman
sebanyanya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di
atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.
Bagaimana
gambaran pola asuh orangtua anak di Taman Kanak-kanak ?
2.
Bagaimana
gambaran perilaku sosial anak di Taman Kanak-kanak ?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan
fokus masalah yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui gambaran pola asuh orangtua anak di Taman Kanak-kanak.
2. Untuk
mengetahui gambaran prilaku sisoal anak di Taman Kanak-kanak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pola Asuh Orangtua
Pola asuh orangtua
adalah cara orangtua mengasuh anak-anaknya yang antara lain diwujudkan dalam
bentuk pendisiplinan, pemberian teladan, ganjaran dan hukuman. Menurut Prasetya
(2003:28), ada empat pola pengasuhan yang biasa diterapkan orang tua dalam
mengasuh anak-anaknya, yaitu “1) pola pengasuhan autoritatif, 2) pola
pengasuhan otoriter, 3) pola pengasuhan penyabar, dan 4) pola pengasuhan
penelantar.”
Pola pengasuhan
autoritatif adalah pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua yang menerima
kehadiran anak dengan sepenuh hati serta memiliki pandangan atau wawasan
kehidupan masa depan dengan jelas. pada pola pengasuhan ini, orangtua lebih
memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya. Tetapi
mereka tidak ragu-ragu mengendalikan anak. Orangtua berani menegur anak bila
anak berperilaku bukuk. Orangtua mengarfahkan perilaku anak sesuai dengan
kebutuhan anak agara anak memiliki sikap, pengetahuan, dan
keterampila-keterampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi hidup dan
kehidupan di masa mendatang.
Pola pengasuhan
otoriter kebanyakan diterapkan oleh orangtua yang berasal dari pola pengasuhan
otoriter pula di masa kanak-kanaknya, atau oleh orangtua yang sebenarnya
menolak kehadiran anak. Orangtua yang menerapkan pola asuh otoriter cenderung
tidak memikirkan apa yang akan terjadi di masa akan datang fokusnya lebih
kepada masa kini. Orangtua menilai dan menuntut anak untuk mematuhi standar
mutlak yang ditentukan sepihak oleh orangtua, memutlakkan kepatuhan dan rasa
hormat atau sopan santun. Orangtua merasa tidak pernah berbuat salah.
Orangtua tidak
menyadari bahwa dikemudian hari anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter
mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih rumit, memusingkan dan terkadang
menyedot energi yang luar biasa besarnya. Meskipun anak-anak dengan pola
pengasuhan otaoriter ini memiliki kompetensi dan tanggung jawab yang cukup,
namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang spontan dan
tampak kurang percaya diri.
Pola pengasuhan
penyabar atau pemanja kebalikan dari pola pengasuhan otoriter. Segala sesuatu
justru berpusat pada kepentingan anak. Orangtua tidak mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan
perkembangan kepribadian anak. Orangtua tidak pernah menegur atau tidak berani
menegur perilaku anak, meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau diluar
batas kewajaran. Dalam kondisi yang demikian terkadang terkesan jangan sampai
mengecewakan anak atau yang penting anak jangan sampai menangis. Meskipun anak-anak
dengan pola pengasuhan ini cenderung lebih energik dan responsive diandingkan
anak-anak dengan pola pengasuhan otoriter, namun mereka tampak kurang matang
secara sosail (manja), impulsive, memetingkan diri sendiri, dan kurang percaya
diri.
Orangtua dengan pola pengasuhan penelantar kurang atau bahkan sama sekali
tidak mempedulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri.
Pola pengasuhan ini pada umumnya diterapkan oleh orangtua yang sebenarnya
menolak kehadiran anak dengan berbagai alasan. Terkadang tidak disadarinya atau
tidak diakuinya secara jujur. Saelanjutnya tidak terjadi perubahan sikap ketika
anknya lahir.
Pola pengasuhan penelantar, orangtua lebih memprioritaskan kepentingannya
sendiri daripada kepentingan anak. Kepentingan perkembangan kepribadian anak
terabaikan. Banyak orangtua yang terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri
dengan berbagai macam alasan pembenaran. Tidak jarang di antara mereka yang
tidak peduli atau tidak tahu di mana anaknya berada, dengan siapa saja mereka
bergaul, sedang apa anak tersebut dan sebagainya.
Menurut Goodman dan Gurian (Suhendi, 2004:49) pola asuh
terbagi atas : “1) pola asuh otoriter yaitu pola asuh yang menerapkan
pengawasan yang ketat dan hukuman. 2) pola autoritatif yaitu pola asuh yang
menerapkan kehangatan dan komunikasi yang baik
dengan anak. 3) pola asuh permisif yaitu pola asuh yang tidak
memperdulikan pengembangan kreatifitas anak.”
Pola asuh autoritatif
dapat menghasilkan anak yang bahagia, percaya diri, dan kemampuan emosi serta
sosial yang berkembang dengan baik. Selanjutnya poala asuh otoriter
menghasilkan anak yang tidak bahagia, tidak percaya diri, menarik diri dari
pergaulan dan cepat putus asa. Sementara anak dengan latar belakang pola asuh
permisif mempunyai tingkah laku yang
sosial, dan emosi yang kurang berkembang.
B. Perilaku Sosial
a. Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku
sosial merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk dikembangkan karena
sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak khususnya anak usia taman
kanak-kanak. Pengembangan perilaku sosial pada anak usai taman kanak-kanak
merupakan salah satu aspek yang sangat mendukung perkembangan anak khususnya
perkembangan sosial.
Menurut
Hurlock (1978:287) “perilaku sosial adalah keberhasilan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada
khususnya.” Sedangkan menurut Ahmadi (2001:166) “perilaku yang menunjukkan atau
memperlihatkan, menerima mengakui, menyetujui serta melaksanakan norma-norma
yang berlaku dimana individu berada.” Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan
baik mempelajari berbagai keterampilan sosial seperti kemampuan untuk menjalin
hubungan secara diplomatis dengan orang lain, baik teman maupun orang yang
tidak dikenal, sehingga sikap orang lain terhadap mereka atau anak didik sangat menyenangkan. Biasanya
orang yang berhasil melakukan perilaku sosial dengan baik mengembangkan sikap
sosial yang menyenangkan, seperti kesediaan untuk membantu orang lain, meskipun
mereka sendiri mengalami kesulitan.
Individu
dengan perilaku sosial adalah individu yang perilakunya mencerminkan tiga
proses sosialisasi, sehingga mereka cocok dengan kelompok teman mereka
menggabungkan diri dan diterima sebagai anggota kelompok. Adapun tiga proses
sosialisasi menurut Hurlock (1978: 250) yaitu “belajar berperilaku yang dapat
diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima dan
perkembangan sikap sosial.”
Belajar
berperilaku yang dapat diterima secara sosial terkait dengan standar dari
setiap kelompok sosial tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat
bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang dapat diterima,
tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilaku dengan patokan yang dapat
diterima.
Memainkan
peran sosial yang dapat diterima, dimana pola kebiasaan setiap kelompok sosial
yang telah ditentukan harus juga dapat dipatuhi oleh para anggotanya. Sedangkan
perkembangan sikap sosial, berarti anak yang bergaul harus menyukai orang dan
aktivitas sosial yang ada di kelompok tersebut, sehingga mereka dapat berhasil
dalam penyesuaian sosial dan dapat diterima sebagai anggota kelompok tempat
mereka menggabungkan diri.
Menurut
Ratri (2008) untuk menentukan sejauh mana penyesuaian diri anak secara sosial
dapat diterapkan empat kriteria, yaitu 1) penampilan nyata, 2) penyesuaian diri
terhadap berbagai kelompok, 3) sikap sosial,
dan 4) kepuasan pribadi.
Bila
perilaku sosial anak, seperti yang dinilai berdasarkan standar kelompoknya,
memenuhi harapan kelompok, maka akan menjadi anggota yang akan diterima
kelompok. Anak yang menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok
baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa, secara sosial dianggap
sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik. Anak harus menunjukkan
sikap yang menyenangkan terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan
terhadap perannya dalam kelompok sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang
dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial.
Untuk
dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial anak harus merasa puas terhadap
kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial,
baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota
b. Bentuk-bentuk Perilaku Sosial
Perilaku
sosial seperti halnya aspek perkembangan lainnya juga mempunyai bentuk-bentuk
yang membedakannya dengan fase-fase perkembangan yang lain. Menurut Hurlock
(1978:262) beberapa bentuk perilaku sosial yang Nampak apada anak usia taman
kanak-kanak, yaitu:
1) Kerja sama, 2) persaingan, 3) kemurahan hati, 4)
hasrat akan penerimaan sosial, 5) simpati, 6) Empati, 7) ketergantungan, 8)
sikap ramah, 9) sikap tidak mementingkan diri sendiri, 10) meniru, 11) perilaku
kelekatan (attachment behavior).
Kerja sama diperlajari oleh sebagian anak sampai berumur 4 tahun. Semakin
banyak kesempatan yang diperoleh anak untuk melakukan sesuatu secara
bersama-sama semakin cepat anak belajar melakukannya dengan cara bekerjasama.
Persaingan pada anak dapat menimbulkan dampak positif dan negative. Dampak
positif persaingan bagi anak dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih
baik, misalnya anak yang berprestasi baik seperti temannya, akan berusaha lebih
keras agar dapat meraih hal tersebut. Sedangkan dampak negatifnya yaitu apabila
persaingan diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan yang pada akhirnya
dapat mengakibatkan sosialisasi yang buruk pada anak.
Kemurahan hati sebagaimana yang terlihat pada kesediaan untuk berbagi
dengan anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin
berkurang setelah anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan
sosial.
Hasrat akan penerimaan sosial, apabila hasrat untuk diterima kuat, hal itu
mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial. Hasrat untuk
diterima oleh orang dewasa biasanya timbul lebih awal dibandingkan dengan
hasrat untuk diterima oleh teman sebaya. Ada beberapa factor yang dapat
meningkatkan penerimaan sosial yaitu adanya aspirasi yang realistis, wawasan
diri dan wawasan sosial serta konsep diri yang stabil.
Simpati dapat berperilaku simpati apabila anak mengalami situasi yang mirip
dengan duka cita. Anak mengekspresikan simpati dengan berusaha menolong atau
menghibur seseorang yang sedang bersedih.
Empati merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain
dan menghayati pengalaman orang tersebut. Hal ini hanya berkembang apabila anak
dapat memahami ekspresi wajah maksud pembicaraan orang lain.
Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian dan kasih
sayang untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial sedangkan anak
yang berjiwa bebas kekurangan motivasi ini.
Anak memperlihatkan sikap ramah melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk
bersama anak lain dengan mengekspresikan kasih sayang kepada mereka.
Anak yang mempunyai kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang
dimiliki dan tidak terus menerus menjadi pusat perhatian keluarga, belajar
memikirkan orang lain dan bukannya hanya memusatkan perhatian pada kepentingan
dan milik sendiri.
Dengan meniru seseorang yang diterima baik oleh kelompok sosial, anak
mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
Dorongan meniru sedemikian kuatnya sehingga banyak hal yang dipelajari. Anak
memperolehnya dengan jalan meniru perbuatan dan kebiasaan orang dewasa.
Perilaku kelekatan pada dasarnya bermula pada masa bayi, yaitu tatkala bayi
mengembangkan suatu kelekatan yang hangat dan penuh cinta kasih kepada ibu atau
pengganti ibu, anak mengalihkan pola perilaku itu kepada anak atau orang lain
dan belajar membina persahabatan dengan mereka.
Bentuk perilaku sosial anak juga dikemukakan oleh Dariyo (2005:114) yaitu
“ditandai dengan adanya proses identifikasi.” Seorang anak mampu untuk
mengmbangkan perilaku sosial secara positif yang ditandai dengan kemampuan
untuk memiliki hubungan secara emosional, seorang anak akan dapat menyerap
nilai-nilai, norma-norma dan etika dari budaya sosialnya terutama dari
orangtuanya. Sebab dengan melakukan proses tersebut, sebenarnya seorang anak
akan mengimitasi atau meniru sikap dan tindakan tokoh model guna melakukan
proses identifikasi dengan orangtuanya. Keberhasilan melakukan proses
identifikasi ditandai dengan kesadaran internal bahwa seseorang melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai dengan nilai, etika atau norma sosial budaya,
bukan karena dipaksa atau terpaksa, tetapi karena anak memang sadar apa yang
dilakukan tersebut merupakan hal yang benar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pola
asuh yang diterapkan oleh 20 orangtua
anak didik di Taman Kanak-kanak Teratai Kecamatan Rappocini Kota Makassar
adalah pola asuh otoriter 8 orang, pola asuh autoritatif 6 orang, dan pola asuh
permisif 1 orang, selebihnya menggunakan pola asuh penggabungan antara pola
asuh otoriter dan pola asuh autoritatif. Diantara pola asuh yang dianggap dapat
mengembangkan perilaku social anak yaitu
pola asuh autoritatif.
2. Pola
asuh orangtua dalam mengembangkan perilaku sosial anak.
a. Pola
asuh autoritatif besar pengaruhhnya terhadap perilaku sosial anak di TK dalam
hal anak dapat bekerjasama, melakukan persaingan positif, menumbuhkan kemurahan
hati, memiliki rasa penerimaan sosial, simpati, empati, tidak memiliki sikap
ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, dapat
meniru perilaku orang lain tetapi anak memiliki perilaku kelekatan.
b. Pola
asuh otoriter berpengaruh terhadap perilaku sosial anak dalam hal anak dapat
melakukan persaingan positif, memiliki kemurahan hati, berperilaku simpati dan
berperilaku empati.
c. Pola
asuh permisif berpengaruh terhadap perilaku sosial anak dalam hal anak mampu
bekerjasama, memiliki kemurahan hati, memiliki rasa penerimaan sosial, bersikap
ramah, tidak memiliki sikap mementingkan diri sendiri, mampu meniru perilaku
oranglain.
B. Saran
Sehubungan
dengan kesimpulan penelitian di atas maka diajukan saran sebagai berikut:
1. Para
orangtua hendaknya menyadari bahwa pola asuh yang meraka terapkan dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku social anak.
2. Para
orangtua hendaknya menigkatkan pengetahuan dan kemampuan pengetahuan dan
kemampuan dan berinteraksi dengan anak-anaknya agar perilaku social anak dapat
berkembang dengan baik.
3. Dalam
berinteraksi dengananak-anaknya orangtua hendaknya tidak terpaku pada satu
jenis pola asuh tertentu.Orangtua hendaknya menerapkan pola asuh yang berbeda
sesuai tuntunan situasi dan kondisi pada saat interaksi berlangsung. Hal ini
akan lebih menunjang perkembangan perilaku social anak baik dalam hal memahami
pembicaraan orang lain maupun dalam hal mengemukakan pendapat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 2001. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Rineka Cipta
Dariyo,
Agoes. 2005. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hurlock,
Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak.
Jilid 1. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prasetya,
G Tembong. 2003. Pola Pengasuhan Ideal.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Rahman,
Hibana S. 2002. Konsep Dasar Pendidikan
Anak Usia Dini. Yogyakarta: PGTKI Press.
Ratri.
2008. Apa saja yang diajarkan ke anak TK?
http://bintangbangsaku.com
(online) diakses tanggal 30 April 2009
Suhendi,
Achmad, dkk. 2004. “Pola Asuh Tepat, Anak Selamat”, dalam Julie Erikania (Ed),
Cara Bijak Membesarkan Anak, Nakita
(hal. 49-51) Jakarya: PT. sarana Kinasih Satya Sejati.
Zulkifli.
2000. Psikologi Perkembangan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
0 komentar :
Post a Comment