SULTAN MAHMUD II
Sultan Mahmud II lahir pada tahun 1785 dan mempunyai
didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan,
sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia . Ia diangkat menjadi Sultan
di tahun 1807 dan meninngal di tahun 1839.[1]
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan
oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai
kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Sultan
Mahmud II di kenala sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan
tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya
menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh
karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerakan soal mengurus rakyat
kepada bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan
pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan. Tradisi
aristukrasi ini di langgar oleh Sultan Mahmud II, Ia mengambil sikap demokrasi
dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada
acara-acara resmi.
Ia juga mengadakan pembaharuan dalam pemerintahan kerajaan usmani. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[2]
Ia juga mengadakan pembaharuan dalam pemerintahan kerajaan usmani. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[2]
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau
terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama.
B.
Pembaruan Sultan Mahmud II
Sultan Mahmud II adalah seorang sultan pada Kerajaan
Usmani. Beliau merupakan pemikir pembaharuan yang banyak berpengaruh pada
golongan pemerintah. Ide-ide pembaharuannya diperoleh dari Duta Besar beliau,
Sadik Rif'at di Wina. Sadik Rif'at inilah yang mengirim laporan-laporan tentang
kemajuan Eropa kepada Menteri Luar Negeri Mustafa Rasyid Pasya di Istambul.
Adapun pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II yaitu:
1.
Pembaruan Dibidang Militer
Usaha pembaruan dibidang militer Sultan Mahmud II
membentuk korp baru sebagai organisasi militer Jenisseri, organisasi ini
disetujui oleh perwira-perwira tinggi, tetapi perwira-perwira bawahan mengambil
sikap menolak. Akhirnya tentara Jenisser memberontak dan menghancrkan garnisum
mereka.[3]
Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II membentuk suatu korp
tentara baru yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali
Pasya dari Mesir. Dan usaha penmpasan terhadap Jenisser tetap dilakukan
sehingga kurang lebih seribu Jenisser mati terbunuh. Tempat-tempat mereka
berkumpul dihancurkan oleh pendukung-pendukung mereka dari golongan sipil
ditangkapi, dan Jenesser dibubarkan. Dengan hilangnya Jenesseri, golongan ulama
yang anti pembaruan juga sudah lemah kekuatannya, dan semua kekuatan Jenesser
hampir tidak ada lagi, maka usaha-usaha pembaruan dilakukan Usmani pada abad 19
mulai dapat berjalan dengan lancar.[4]
Demikianlah usaha-usaha pembaruan yang telah dilakukan
oleh Sultan Mahmud II khususnya pembaruan dalam bidang militer. Usaha-usaha
pembaruan yang telah dilakukannya itu sebenarnya sudah lama berada dalam
pemikirannya seperti sultan-sultan lainnya.
2.
Pembaruan Dibidang Pendidikan
Pembaruan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II
dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaruan di
Kerajaan Usmani ialah pembaran dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia
Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan
umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan
pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan
Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19.
Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan
anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar
keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia
mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan
umum di dalamnya. Di samping itu Sultan Mahmud II mendirikan dua sekolah
pengetahuan umum Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i
Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra), siswa kedua sekolah ini dipilih dari lulusan
madrasah yang berkwalitas tinggi.[5]
Kemudian Sultan Mahmud II mendirikan sekolah militer,
sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Lulusan dari
madrasah banyak memasuki sekolah-sekolah yang didirikan ini. Di samping itu
Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memperdalam ilmu
pengetahuan umum dan modern, dan setelah siswa-siswa yang dikirim ini kembali
ke tanah air mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di kerajaan
Usmani.[6]
3.
Pembaruan dalam Bidang Pemerintahan
Di
bidang pemerintahan, Mahmud menerapkan peraturan baru yang menyangkut wewenang
dan kekuasaan gubernur (pasya). Pada masa sultan sebelumnya,
gubernur mempunyai kuasa mutlak untuk menjatuhkan hukuman mati hanya dengan isyarat tangan. Dengan
adanya peraturan baru, hal tersebut dihapuskan dan sebagai gantinya hukuman mati hanya bisa
diputuskan oleh Qadhi
(hakim). Penyitaan harta milik orang yang terkena hukuman
mati oleh negara juga dihapuskan.[7]
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi
kerajaan Usmani, menurut tradisi kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan
yang mempunyai kekuasaan duniawi dan kekuasaan ukhrawi. Sebagai penguasa
duniawi ia memberi gelar Sultan, dan sebagai penguasa ukhrawi ia memberi gelar
Khalifah.[8]
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan tersebut, Sultan
dibantu oleh Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh
al-Islam untuk urusan keagamaan. Namun kemudian, kedudukan Sadrazam ini
dihapus dan diganti dengan jabatan Perdana Menteri yang membawahi
menteri-menteri (luar
negeri, dalam negeri, keuangan, dan pendidikan). Setiap menteri mengepalai
departemen yang sifatnya otonom. Jadi, tugas perdana menteri adalah sebagai
penghubung antara sultan dan para menteri sehingga kekuasaannya jauh berkurang
dibanding Sadr
al-A’zam.[9]
Sedangkan kekuasaan yudikatif yang berada di tangan Sadrazam
dahulu, dipindahkan ke tangan Syaikh al-Islam. Tetapi dalam sistem
baru ini, di samping hukum syari’at diadakan pula hukum sekuler, dan Syaikh
al-Islam hanya menangani hukum syari’at, sedangkan hukum sekuler
diserahkan kepada Departemen Perancang Hukum.[10]
Sultan inilah yang pertama di kerajaan Usmani mengadakan perbedaan antara
urusan agama dan urusan dunia yang pada masa selanjutnya membawa kepada adanya
hukum sekuler di samping hukum-hukum syariat.
Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II
di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya
di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
[1]
Lihat, Harun Nastion, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, (Cet. XII; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), h. 90
[2] Ibid,
h. 83
[3]
Lihat, Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan
dalam Dunia Islam, (Cet. II; Jakarta: PT. Rasa Grapindo Persada, 1996), h.
16
[4] Lihat,
Yusran Asmuni, Ibid., h. 17
[5]
Lihat, Yusran Asmuni, Ibid., h. 18
[6] Lihat,
Yusran Asmuni, Ibid, h. 18
[7]
Lihat, Harun Nasution, Op. cit., h. 92
[8]
Lihat, Harun Nasution, Ibid., h, 92
[9] Lihat,
Harun Nasution, Ibid., h. 93
[10]
Lihat, Harun Nasution, Ibid., h, 93
0 komentar :
Post a Comment