SULTAN MAHMUD II

Thursday, 12 September 2013

SULTAN MAHMUD II


Sultan Mahmud II lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dan meninngal di tahun 1839.[1]
Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Sultan Mahmud II di kenala sebagai sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan. Tradisi aristukrasi ini di langgar oleh Sultan Mahmud II, Ia mengambil sikap demokrasi dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada acara-acara resmi.
Ia juga mengadakan pembaharuan dalam pemerintahan kerajaan usmani. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.[2]
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama.

B. Pembaruan Sultan Mahmud II
Sultan Mahmud II adalah seorang sultan pada Kerajaan Usmani. Beliau merupakan pemikir pembaharuan yang banyak berpengaruh pada golongan pemerintah. Ide-ide pembaharuannya diperoleh dari Duta Besar beliau, Sadik Rif'at di Wina. Sadik Rif'at inilah yang mengirim laporan-laporan tentang kemajuan Eropa kepada Menteri Luar Negeri Mustafa Rasyid Pasya di Istambul. Adapun pembaruan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II yaitu:
1. Pembaruan Dibidang Militer
Usaha pembaruan dibidang militer Sultan Mahmud II membentuk korp baru sebagai organisasi militer Jenisseri, organisasi ini disetujui oleh perwira-perwira tinggi, tetapi perwira-perwira bawahan mengambil sikap menolak. Akhirnya tentara Jenisser memberontak dan menghancrkan garnisum mereka.[3]
Pada tahun 1826 Sultan Mahmud II membentuk suatu korp tentara baru yang diasuh oleh pelatih-pelatih yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir. Dan usaha penmpasan terhadap Jenisser tetap dilakukan sehingga kurang lebih seribu Jenisser mati terbunuh. Tempat-tempat mereka berkumpul dihancurkan oleh pendukung-pendukung mereka dari golongan sipil ditangkapi, dan Jenesser dibubarkan. Dengan hilangnya Jenesseri, golongan ulama yang anti pembaruan juga sudah lemah kekuatannya, dan semua kekuatan Jenesser hampir tidak ada lagi, maka usaha-usaha pembaruan dilakukan Usmani pada abad 19 mulai dapat berjalan dengan lancar.[4]
Demikianlah usaha-usaha pembaruan yang telah dilakukan oleh Sultan Mahmud II khususnya pembaruan dalam bidang militer. Usaha-usaha pembaruan yang telah dilakukannya itu sebenarnya sudah lama berada dalam pemikirannya seperti sultan-sultan lainnya.
2. Pembaruan Dibidang Pendidikan
Pembaruan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaruan di Kerajaan Usmani ialah pembaran dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19.
Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya. Di samping itu Sultan Mahmud II mendirikan dua sekolah pengetahuan umum Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra), siswa kedua sekolah ini dipilih dari lulusan madrasah yang berkwalitas tinggi.[5]
Kemudian Sultan Mahmud II mendirikan sekolah militer, sekolah teknik, sekolah kedokteran, dan sekolah pembedahan. Lulusan dari madrasah banyak memasuki sekolah-sekolah yang didirikan ini. Di samping itu Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memperdalam ilmu pengetahuan umum dan modern, dan setelah siswa-siswa yang dikirim ini kembali ke tanah air mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di kerajaan Usmani.[6]
3. Pembaruan dalam Bidang Pemerintahan
Di bidang pemerintahan, Mahmud menerapkan peraturan baru yang menyangkut wewenang dan kekuasaan gubernur (pasya). Pada masa sultan sebelumnya, gubernur mempunyai kuasa mutlak untuk menjatuhkan hukuman mati hanya dengan isyarat tangan. Dengan adanya peraturan baru, hal tersebut dihapuskan dan sebagai gantinya hukuman mati hanya bisa diputuskan oleh Qadhi (hakim). Penyitaan harta milik orang yang terkena hukuman mati oleh negara juga dihapuskan.[7]
Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi kerajaan Usmani, menurut tradisi kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan duniawi dan kekuasaan ukhrawi. Sebagai penguasa duniawi ia memberi gelar Sultan, dan sebagai penguasa ukhrawi ia memberi gelar Khalifah.[8]
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan tersebut, Sultan dibantu oleh Sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Namun kemudian, kedudukan Sadrazam ini dihapus dan diganti dengan jabatan Perdana Menteri yang membawahi menteri-menteri (luar negeri, dalam negeri, keuangan, dan pendidikan). Setiap menteri mengepalai departemen yang sifatnya otonom. Jadi, tugas perdana menteri adalah sebagai penghubung antara sultan dan para menteri sehingga kekuasaannya jauh berkurang dibanding Sadr al-A’zam.[9]
Sedangkan kekuasaan yudikatif yang berada di tangan Sadrazam dahulu, dipindahkan ke tangan Syaikh al-Islam. Tetapi dalam sistem baru ini, di samping hukum syari’at diadakan pula hukum sekuler, dan Syaikh al-Islam hanya menangani hukum syari’at, sedangkan hukum sekuler diserahkan kepada Departemen Perancang Hukum.[10] Sultan inilah yang pertama di kerajaan Usmani mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia yang pada masa selanjutnya membawa kepada adanya hukum sekuler di samping hukum-hukum syariat.
Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.




[1] Lihat, Harun Nastion, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Cet. XII; Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1996), h. 90
[2] Ibid, h. 83
[3] Lihat, Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam, (Cet. II; Jakarta: PT. Rasa Grapindo Persada, 1996), h. 16
[4] Lihat, Yusran Asmuni, Ibid., h. 17
[5] Lihat, Yusran Asmuni, Ibid., h. 18
[6] Lihat, Yusran Asmuni, Ibid, h. 18
[7] Lihat, Harun Nasution, Op. cit., h. 92
[8] Lihat, Harun Nasution, Ibid., h, 92
[9] Lihat, Harun Nasution, Ibid., h. 93
[10] Lihat, Harun Nasution, Ibid., h, 93

0 komentar :

Post a Comment