PENERAPAN METODE BERCERITA DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang secara lisan
kepada orang lain dengan alat atau tanpa alat tentang apa yang harus
disampaikan dalam bentuk pesan, informasi atau hanya sebuah dongeng, yang
dikemas dalam bentuk cerita yang dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan.
Di Taman Kanak-kanak bercerita adalah salah satu metode pengembangan bahasa
yang dapat mengembangkan beberapa aspek fisik maupun psikis anak TK sesuai
dengan tahap perkembangannya. Sedangkan metode bercerita adalah cara
penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita
dari guru kepada anak.
Perkembangan bahasa pada dasarnya dimulai sejak tangis pertama bayi, sebab
tangis bayi dapat dianggap sebagai bahasa anak.
Menangis bagi anak merupakan sarana mengekspresikan kehendak jiwanya.
Dan inilah yang disebut dengan bahasa eksperif dimana tangisan bayi adalah
merupakan bahasa dalam mengekpresikan keinginannya dan perasaannya melalui
tangisan tersebut.
Jadi bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang anak dalam mengungkapkan
perasaan, keinginan serta kata-katanya kepada orang lain yang berada di
sekitarnya yang berupa secara langsung atau secara lisan.
Dalam pembelajaran pendidikan di
Taman Kanak-kanak, seorang guru harus memahami bagaimana peran dan fungsi
metode bercerita dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak, seperti
kemampuan berbahasa secara reseptif (understanding) yang bersifat pengertian,
dan kemampuan berbahasa secara ekspresif (producing) yang bersifat pernyataan. Anak
usia Taman Kanak-kanak berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif.
Hal ini berarti anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya,
maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan.
Bahasa
merupakan alat komunikasi sebagai wujud
dari kontak social dalam menyatakan gagasan atau ide-ide dan perasaan-perasaan
oleh setiap individu sehingga dalam mengembangkan bahasa yang bersifat
ekspresif, seorang anak memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat perkembangan
usia taman kanak-kanak dengan memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhi
pribadi anak tersebut. Melalui bercerita, dapat membantu mereka dalam
mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang anak-anak miliki dan dengan
melalui cerita anak lebih dituntut aktif dalam mengembangkan bahasanya
khususnya bahasa ekspresif dibantu oleh arahan dan bimbingan guru.
Metode
bercerita memang sesuatu yang sangat menarik, Karena metode tersebut sangat
digemari anak-anak, apalagi jika metode yang digunakan ditunjang dengan
penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami anak-anak, sehingga anak
lebih berpotensi dalam mengembangkan bahasa yang sifatnya ekspresif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari uraian latar belakang yang
telah dipaparkan di atas, maka muncul rumusan masalah yaitu: Bagaimana
penerapan metode bercerita dalam pengembangan kemampuan bahasa ekspresif anak
di Taman Kanak-kanak.
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
dari uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan metode bercerita dalam pengembangan kemampuan
bahasa ekspresif anak di Taman Kanak-kanak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian
tentang Penerapan Metode
Bercerita dan Bahasa Ekspresif Anak
1.
Pengertian Penerapan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia penerapan mempunyai dua arti
yaitu:
a.
Pemasangan,
Contoh: Penerapan mesin pembangkit tenaga listrik dilaksanakan oleh teknisi
Indonesia.
b.
Pengenalan,
perihal mempraktekkan. Contoh: Penerapan metode bercerita dalam pengembangan
bahasa ekspresif anak.
Sedang
dalam pengertian yang lain, penerapan adalah kemampuan menggunakan atau
menafsirkan suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau
situasi yang kongkrit seperti menerapkan suatu dalil, metode, konsep, prinsip,
atau teori.
2.
Metode Bercerita
a.
Pengertian
Metode Bercerita
Bercerita
adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain (Bachri :2005:10).
Dengan kata
lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan
atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi
kemampuan berbahasa.
Metode
bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara
lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak didik. Dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran di TK, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya
memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam
rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai kompetensi
dasar usia anak TK. Oleh karena itu materi yang disampaikan berbentuk cerita
yang awal dan akhirnya berhubungan erat dalam kesatuan yang utuh, maka cerita
tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Biasanya kegiatan bercerita
dilaksanakan pada kegiatan penutup, sehingga kalau anak pulang, anak menjadi
tenang dan senang setelah mengikuti pembelajaran, Namun demikian pada
prakteknya tidak selalu pada saat kegiatan penutup, bercerita dapat dilakukan
pada saat kegiatan pembukaan, kegiatan inti, maupun pada waktu-waktu senggang
di sekolah, misalnya pada saat waktu istirahat, karena mendengarkan cerita
adalah sesuatu yang mengasyikkan bagi anak usia TK.
Menurut Tampubolon
(1991:50), “Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam
menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa
dan pikiran anak”.
Fungsi kegiatan
bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah membantu perkembangan bahasa anak dan
dengan bercerita pendengaran anak dapat difungsikan dengan baik, untuk
kemampuan berbicara dengan menambah perbendaharaan kosa kata, kemampuan
mengucapkan kata-kata, melatih merangkai kalimat sesuai dengan tahap
perkembangannya, selanjutnya anak dapat mengekpresikannya melalui bernyanyi,
menulis, ataupun menggambar sehingga pada akhirnya anak mampu membaca situasi ,
gambar, tulisan atau bahasa isyarat.
Bercerita merupakan salah satu
metode dan teknik bermain yang banyak dipergunakan di TK. Bercerita merupakan
salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita
kepada anak secara lisan. Jadi, bercerita adalah cara bertutur dan menyampaikan
cerita atau memberikan penjelasan secara lisan. Bercerita juga merupakan cara
untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Seorang guru TK
hendaklah mampu menjadi seorang pendongeng yang baik yang akan menjadikan
cerita sebagai kegiatan bermain yang menarik dan dapat menjadikan pengalaman
yang unik bagi anak. Isi cerita pun diupayakan berkaitan dengan cara berikut
ini :
1) Dunia kehidupan anak yang penuh suka cita,
yang menuntut isi cerita memiliki unsur yang dapat memberikan perasaan gembira,
lucu, menarik dan mengasyikkan bagi anak. Dunia kehidupan anak berkaitan dengan
cerita seputar lingkungan terdekat anak, seperti lingkungan keluarga, sekolah
dan lingkungan bermain anak.
2) Minat anak pada umumnya anak TK sangat
berminat pada cerita-cerita tentang : binatang, tanaman, kendaraan, boneka,
robot, planet, dan lain-lain.
3) Tingkat usia, kebutuhan dan kemampuan mencerna
isi cerita. Ceritanya harus cukup pendek dalam rentang
perhatian anak. Cerita tersebut bersifat
meningkatkan daya pikir anak seperti cerita-cerita tentang makanan dan minuman
sehat, kebersihan diri melayani diri sendiri.
4) Membuka kesempatan bagi anak untuk bertanya dan menanggapi
setelah guru selesai bercerita.
b.
Manfaat
Metode Bercerita
Menurut Tadkiroatun Musfiroh, (2005:95) ditinjau dari beberapa aspek,
manfaat metode bercerita sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral
anak, 2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, 3) Memacu kemampuan
verbal anak, 4) Merangsang minat menulis anak, 5) Merangsang minat baca anak,
6) Membuka cakrawala pengetahuan anak
Sedangkan menurut Bachri (2005: 11), manfaat bercerita adalah “dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat
tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya”.
Manfaat bercerita dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi
dan fantasi sehingga dapat memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Misalnya
melalui media dongeng/bercerita dapat berfungsi sebagai penggugah kreativitas
anak-anak. Melalui dongeng/cerita, guru bisa menyampaikan pesan-pesan,
hikmah-hikmah dan pengalaman-pengalaman kepada murid-muridnya. Disamping
memperkaya imajinasi anak, dongeng/bercerita pun menjadikan anak-anak merasa
belajar sesuatu, tetapi tak merasa digurui. Bahkan, dengan melalui dongeng/cerita diketahui
adalah merupakan salah satu cara yang efektif mengembangkan aspek-aspek
kognitif (pengetahuan), afektif (perasaan), social dan aspek konatif
(penghayatan) anak-anak. Dongeng/cerita mampu membawa anak-anak pada
pengalaman-pengalaman baru yang belum pernah dialaminya. Karena itu guru perlu
memiliki kreativitas, penghayatan, dan kepekaan pada saat bercerita agar pesan
dapat sampai kepada murid-muridnya.
Beberapa manfaat metode bercerita bagi anak TK (Moeslichatoen 2004:45) di
antaranya adalah :
1) Melatih daya serap atau daya tangkap anak
TK, artinya anak usia TK dapat dirangsang untuk mampu memahami isi atau ide-ide
pokok dalam cerita secara keseluruhan, 2) Melatih daya pikir anak TK, untuk
terlatih memahami proses cerita, mempelajari hubungan bagian-bagian dalam
cerita termasuk hubungan-hubungan sebab akibatnya, 3)Melatih daya konsentrasi
anak TK untuk memusatkan perhatiannya kepada keseluruhan cerita, 4)
Mengembangkan daya imajinasi anak, artinya dengan bercerita anak dengan daya
fantasinya dapat membayangkan atau menggambarkan sesuatu situasi yang berada di
luar jangkauan inderany, 5) Menciptakan situasi yang menggembirakan serta
mengembangkan suasana hubungan yang akrab sesuai dengan tahap perkembangannya,
6) Membantu perkembangan bahasa anak dalam berkomunikasi secra efektif dan
efisien sehingga proses percakapan menjadi komunikatif.
Adapun fungsi dari pada metode bercerita (Moeslichatoen 2004:45) yaitu :
1) Melatih daya konsentrasi, 2) Melatih
mengungkapkan daya pikir, 3) Menambah pengetahuan dan keterampilan anak dalam
mengkomunikasikan isi gambar, 4) Melatih menghubungkan isi gambar sesuai dengan
imajinasi anak, 5) Melatih mengungkapkan imajinasi anak, 6) Melatih anak
berkomunikasi secara lisan, 7) Menambah kosa kata dalam berbahasa
Anak membutuhkan dongeng atau cerita karena
beberapa hal:
1) Anak membangun gambaran-gambaran mental pada
saat guru memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian.
2) Anak memperoleh gambaran yang beragam sesuai
dengan latar belakang pengetahun dan pengalaman masing-masing.
3) Anak memperoleh kebebasan untuk melakukan
pilihan secara mental.
4) Anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi
dan citraan-citraan cerita: citraan gerak, citraan visual, dan auditif.
Cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita, tetapi juga senang
bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan
bernarasi dan terangsang untuk menirukannya. Kemampuan untuk mempraktekkan
terdorong karena dalam cerita ada negosiasi, pola tindak-tutur yang baik
seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan dan memuji.
Memacu kemampuan bercerita anak merupakan sesuatu yang penting, karena
beberapa alasan, yaitu :
Pertama
anak memiliki kosa kata cenderung berhasil dalam meraih prestasi akademik.
Kedua, anak yang pandai berbicara memperoleh perhatian dari
orang lain. Hal ini penting karena pada hakikatnya anak senang menjadi pusat
perhatian dari orang lain.
Ketiga, anak yang pandai berbicara mampu membina hubungan
dengan orang lain dan dapat memerankan kepemimpinannya dari pada anak yang
tidak dapat berbicara. Berbicara baik mengisyaratkan latar belakang yang baik
pula.
Keempat, anak yang pandai berbicara akan memiliki kepercayaan
diri dan penilaian diri yang positif, terutama setelah mendengar komentar orang
tentang dirinya.
Dalam berbicara terkadang individu dapat menyesuaikam dengan keinginannya
sendiri. Pada dasarnya berbicara sama halnya dengan menuangkan segala
perasaan kita yang tersimpan. Kita dalam
berbicara dapat mengungkapkan, serta mengekspresikan apa keinginan kita
c. Tujuan, Kelebihan, dan kekurangan Metode Bercerita
Tujuan bercerita bagi anak usia 4-6
tahu adalah agar anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang
disampaikan orang lain, anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya, anak
dapat menjawab pertanyaan, selanjutnya anak dapat menceritakan dan
mengekpresikan terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya, sehingga
hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun dapat didengarkan,
diperhatikan, dilaksanakan, dan diceritakan pada orang lain. Karena menurut
Jerome S. Brunner (Tampubolon, 1991 : 10) ”Bahasa berpengaruh besar pada
perkembangan pikiran anak”
Adapun kelebihan dan kekurangan daripada metode bercerita (Dhieni, 2006 : 6.9) antara lain :
1) Dapat menjangkau jumlah anak yang relatif
banyak, 2) Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien,
3) Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana, 4) Guru dapat menguasai kelas
dengan mudah, 5) Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya, 6) Anak didik
menjadi pasif, karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari
guru, 7) Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan siswa untuk
mengutarakan pendapatnya, 8) Daya serap atau daya tangkap anak didik berbeda
dan masih lemah sehingga sukar dipahami tujuan pokok isi cerita, 9) Cepat
menumbuhkan rasa bosan terutama apabila penyajiannya tidak menarik.
d.
Kegiatan Bercerita di Sekolah
Untuk
menyajikan secara menarik, diperlukan beberapa persiapan, mulai dari memilih jenis cerita,
menyiapkan tempat, panyiapan alat peraga dan sebagainya hingga penyajian
cerita. Menurut Tampubolon, (1991 : 11) persiapan kegiatan
bercerita yaitu: ”1) Memilih dan memilah materi cerita, 2) Pengelolaan kelas
untuk bercerita, 3) Pengelolaan tempat untuk bercerita, 4) Strategi
penyampaian”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1)
Memilah dan
memilih materi cerita
Diantara berbagai jenis cerita, cerita tentang
pengalaman seseorang dan faktor tradisional merupakan sumber cerita terbaik
bagi anak-anak.
2) Jenis
cerita
Dalam
program pembelajaran di TK, cerita dapat digolongkan menjadi tiga, yakni cerita
untuk program inti, cerita untuk program pembuka, dan cerita untuk tujuan
rekreasi pada akhir program. Cerita untuk program inti, digunakan dalam
kegiatan inti cerita ini disampaikan oleh guru sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin di capai. Misalnya cerita tentang Bebek si buruk rupa. Cerita ini menggambarkan seekor bebek yang
buruk rupanya, tetapi hatinya baik, suka menolong dan sebagainya. Tujuan
pembelajaran ini, guru ingin menanamkan rasa saling tolong menolong, tidak
membeda-bedakan teman. Cerita untuk program pembuka dan penutup, disampaikan
pada kegiatan inti dan penutup yang menyampaikan adalah anak, seorang guru
hanya memberikan stimulasi, misalnya dalam kegiatan berbagi cerita tentang
pengalaman naik sepeda dan sebagainya. Sedangkan cerita untuk tujuan rekreasi
pada akhir program, cerita ini disampaikan oleh anak setelah liburan sekolah.
Untuk jenis cerita anak yang banyak disukai adalah cerita fable karena anak
sedang senang dengan binatang-binatang peliharaan.
3) Pengelolaan kelas untuk bercerita
Pengelolaan
kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas pengelolaan kelas dengan baik
seorang guru perlu memperhatikan aspek-aspek pengelolaan kelas Tampubolon, (1991 : 29) yang
terdiri: “Pengorganisasian siswa, penugasan kelas, disiplin kelas dan
pembimbingan siswa”.
Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
a)
Pengorganisasian
siswa
Bentuk
pengelompokan anak-anak yang akan dilibatkan atau diajak berinteraksi dalam
penceritaan terlebih dahulu guna mengetahui hubungan sosial antar anak dalam
kelas.
b)
Penugasan kelas
Dalam
kegiatan bercerita, penugasan kelas dapat dilakukan dengan meminta anak-anak
untuk mencari tokoh utama dalam cerita mengingatnya dan menyebutkan kembali
sifat-sifatnya. Tentunya tugas tersebut
dikomunikasikan terlebih dahulu sebelum penceritaan berlangsung.
c)
Disiplin kelas
Dalam kegiatan bercerita di TK, bentuk-bentuk
disiplin kelas tentu harus disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini.
Dalam melakukan peceritaannya seorang guru tetap perlu menenangkan muridnya
untuk mendengarkan pesan melalui ceritanya. Proses menenangkan murid perlu
dilakukan dengan cara mendidik, tidak disertai dengan ancaman dilakuan dengan
mengikat perhatian mereka melalui cerita yang disajikan dengan menarik sehingga
tidak membuat anak sibuk sendiri.
d)
Pembimbingan
siswa
Dalam
kegiatan bercerita, bimbingan yang diperlukan dapat berbentuk pemberian
informasi sejelas-jelasnya tentang proses dan tujuan cerita yang akan
disampaikan serta kemungkinan permasalahan yang muncul dalam memahami
pembelajaran yang akan diikutinya.
2)
Pengelolaan
tempat untuk bercerita
Banyak cara pengelolaan tempat untuk bercerita
menurut Tampubolon, (1991 : 17) yang terdiri
dari: “penataan tempat untuk bercerita, posisi media, penataan ruang cerita dan
strategi penyampaian cerita untuk anak”.
Adapun
penjelasannya sebagai
berikut:
a)
Penataan tempat
untuk bercerita
Tempat duduk sisa dalam kegiatan bercerita
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab tempat duduk berkaitan dengan
banyak hal. Keterkaitan itu adalah interaksi guru dan siswa, karakteristik
materi penceritaan, media pembelajaran yang digunakan dalam penceritaan.Oleh
karena, itu tempat duduk siswa sangat berpengaruh dalam keberhasilan kegiatan
bercerita. Aktifitas bercerita tidak harus dilakukan didalam kelas, kegiatan
bercerita dapat dilakukan dimanapun asal memenuhi kriteria kebersihan, keamanan
dan kenyamanan. Jika jumlah anak sedikit, bercerita dapat dilakukan diberbagai
tempat seperti di teras, di bawah pohon, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya
yang penting tempat tersebut dapat menampung semua anak, teduh, bersih dan
aman. Apabila jumlah anak relatif banyak sebaiknya dipilih tempat yang lebih
luas. Ruang kelas merupakan tempat yang paling representative (memenuhi
persyaratan) yang lebih baik lagi apabila cerita yang disampaikan ditempat yang
berkaitan.
b)
Posisi media
Penempatan
dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa aspek. Keterjangkauan menjadi
prioritas bahwa semua media yang akan dipakai mudah dijangkau oleh guru
sehingga tidak mengganggu proses penceritaan. Aspek lain yang perlu
diperhatikan adalah keselamatan media terhadap kemungkinan gangguan yang muncul
berasal dari murid-murid sendiri. Untuk itu yang perlu dilakukan adalah peraturan akan murid, guru dan media
dengan baik.
c)
Penataan Ruang
Cerita
Kegiatan bercerita di TK dapat dilakukan
dimana saja. Pelaksanaanya dapat dilakukan didalam maupun diluar kelas. Jika
penceritaan dilakukan di dalam kelas, maka kelas perlu dtata untuk memberikan
dukungan penceritaan. Penataan tersebut meliputi ventilasi, tata cahaya dan
tata warna. Sedangkan penataan yang dilakukan di luar kelas membutuhkan beberapa
hal yang perlu diperhatikan seperti kesesuaian tuntutan cerita, keamanan dan
kenyamanan.
4)
Strategi
Penyampain cerita untuk anak
Kegiatan
bercerita di sekolah dapat dilakukan dengan baik, apabila sebelumnya
dipersiapkan terlebih dahulu, tidak hanya itu saja peran seorang guru disini
juga sangat berperan penting, untuk memberikan suasana yang menyenangkan agar
anak dalam mendengarkan cerita atau bercerita dengan hati yang senang. Karena pada prinsipnya belajar di TK itu
belajar sambil bermain. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai metode
yang tepat dalam menyampaikan kegiatan bercerita, strategi tersebut Tampubolon, (1991 : 18) yang terdiri dari:
”strategi storytelling, strategi
reproduksi cerita dan strategi simulasi kreatif.”
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a)
Strategi Storytelling
Straregi Storytelling
merupakan penceritaan cerita yang dilakukan secara terencana dengan menggunakan
boneka, atau benda-benda visual, metode ini bertujuan untuk menghasilkan
kemampuan berbahasa anak. Penggunaan metode ini dibutuhkan untuk melatih dan
membentuk ketrampilan berbicara, pengembangkan daya nalar, dan pengembanangkan
imajinasi anak. Metode ini contohnya seperti metode sandiwara boneka, metode
bermain peran, metode bercakap-cakap dan metode tanya jawab.
b) Strategi Reproduksi Cerita
Strategi reproduksi cerita adalah kegiatan
belajar mengajar bercerita kembali cerita yang didengar. Tujuan kegiatan ini
sama dengan tujuan straregi Storytelling. Strategi ini dimulai setelah guru
bercerita,kemudian anak diminta menceritakan cerita itu sesuai dengan daya
tangkap anak.
c) Strategi Simulasi Kreatif
Strategi simulasi kreatif dilaksanakan untuk
memanipulasi kegiatan belajar sambil bermain dari penggalan dialog cerita atau
bermain peran membawakan tokoh-tokoh dalam cerita.
1.
Bahasa
Ekspresif Anak
a.
Pengertian
Bahasa Ekspresif Anak
Menurut Hulit
& Howard (1997) “sesungguhnya
bahasa adalah ekspresi kemampuan manusia yang bersifat innate atau bawaan”.
“Bahasa” dan “pengekpresian bahasa”
adalah dua hal yang berbeda. Bahasa berada di dalam otak kita, dan ia
akan tetap ada walaupun diekpresikan atau tidak Seseorang yang tidak bisa
bicara (bisu) bukan berarti ia tidak memiliki bahasa. Ia tetap dapat mengetahui
tentang kosa kata bahasa dan dapat menyimpan pengetahuannya dalam bentuk bahasa.
Bahasa dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk, yaitu bicara, tulisan, dan gerakan. Bicara adalah ekspresi oral dari
bahasa. Organ manusia yang berperan adalah mulut dan tenggorokan. Terkadang
penggunaan istilah ”bahasa” dan ”bicara” ini tertukar atau disamakan arti. Pada
kenyataannya kedua istilah ini berbeda walaupun memiliki kaitan yang erat dalam
komunikasi. Bicara bisa saja hadir tanpa adanya bahasa, begitupun sebaliknya.
Bahasa juga dapat hadir tanpa bicara, contohnya dalah orang bisu-tuli karena
ia tidak dapat mendengar ekpresi oral dari bahasa maka ia tidak dapat bicara.
Bagi orang bisu-tuli bukan berarti ia tidak memiliki bahasa, jika ia menerima
stimulasi yang tepat dan kesempatan pendidikan yang sesuai maka ia akan dapat
mengembangkan kemampuan bahasa yang sama dengan orang yang dapat mendengar dan dapat
berbicara atau orang yang normal seperti manusia biasa. Dengan kata lain, ekspresi bahasa pada
orang-orang tersebut bukan dengan oral melainkan dengan gerakan atau tulisan.
Menurut Hilderbrand, (1986 : 297) pada buku Metode Pengajaran di TK karang Dra. Moesliahtoen R, M.Pd (1999 : 26),
”bercakap-cakap berarti saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara
verbal atau mewujudkan kemampuan bahasa reseptif dan ekpresif”. Lain pula menurut Gordon dan Brown ( 1985 : 314) pada
buku yang sama dikatakan bahwa ”bercakap-cakap dapat pula diartikan sebagai
dialog atau sebagai perwujudan bahasa reseptif dan ekpresif dalam suatu
situasi”.
Penguasaan bahasa reseptif adalah semakin banyaknya kata-kata yang baru
dikuasai oleh anak yang diperoleh dari kegiatan bercakap-cakap itu. Dan penguasaan berbahasa ekpresif adalah semakin seringnya
anak menyatakan keinginan, kebutuhan, pikiran, dan perasaan pada orang lain
secara lisan.
Jadi bercakap-cakap adalah merupakan suatu cara penyampaian bahan
pengembangan bahasa yang dilaksanakan melalui bercakap-cakap salam bentuk
tanya-jawab antara anak dengan guru atau anak dengan anak, yang dikomunikasikan
secara lisan dan merupakan salah satu bentuk komunikasi antar pribadi, dimana
satu dengan yang lainnya saling mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara
verbal atau kemampuan mewujudkan bahasa yang reseptif dan ekspresif dalam suatu
dialog yang terjadi dalam suatu situasi.
Menurut Widodo (2008 : 4)
berpendapat bahwa “ Bahasa ekspresif adalah kemampuan anak untuk mengeluarkan
kata-kata yang berarti”.
Sedangkan menurut Fizal (2008 :3) berpendapat bahwa “Bahasa ekspresif
adalah bahasa lisan dimana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur
menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan”
Menurut Nanda Santoso (Fajar Mulya, 1996), berpendapat bahwa “Berbicara merupakan sarana komunikasi untuk menyampaikan
perasaan, berkata apa yang dikatakan dalam berbahasa. “
Dari beberapa pengertian diatas yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian bahasa ekspresif adalah merupakan cara seorang
anak dalam mengungkapkan perasaan serta kata-katanya kepada orang lain yang
berada di sekitarnya yang mempunyai arti dan kadang dicampur dengan gerakan
tubuh.
Anak menerima dan
mengekspresikan bahasa dengan berbagai cara. Berbicara dan menulis merupakan
keterampilan bahasa ekspresif yang melibatkan pemindahan arti melalui symbol
visual dan verbal yang diproses dan diekspresikan anak. Ketika anak berbicara dan menulis, mereka menyusun bahasa
dan mengkonsep arti.
Pengertian bahasa ekpresif adalah merupakan cara seorang anak dalam
mengungkapkan perasaan serta kata-katanya kepada orang yang berada di
sekitarnya, terutama orang tuanya yang berupa pengucapan secara langsung atau
secara lisan.
Memacu kecerdasan linguistik
merupakan kegiatan yang sangat penting. Pernyataan ini didukung oleh pendapat
sejumlah ahli, bahwa diantara komponen kecerdasan yang lain, kecerdasan
linguistiklah yang mungkin merupakan kecerdasan yang paling universal.
Menurut
Nurbiana (2007 : 3.7), ada dua tipe perkembangan berbicara yaitu :
1)
Egosentric
Speech
Terjadi ketika anak berusia 2 sampai 3
tahun, dimana anak mulai berbicara pada dirinya sendiri. Perkembangan berbicara anak dalam hal ini sangat berperan
dalam mengembangkan kemampuan berpikirnya.
2) Socialized Speech
Terjadi ketika anak berinteraksi dengan
temannya ataupun dengan lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan adaptasi sosial anak. Berkenaan dengan hal tersebut terdapat 5 bentuk
sosialized speech yaitu saling tukar informasi untuk tujuan bersama, penilaian
terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, perintah, pertanyaan, dan jawaban
Perkembangan kemampuan berbahasa pada anak Taman Kanak-kanak adalah
perubahan yang terjadi pada anak yang ditandai dengan perkembangan bahasa anak
menurut Mustakim Nur, (2001 : 24) bahwa perkembangan bahasa yang dimaksud
adalah :” perkembangan bunyi, perkembangan kata, perkembangan kalimat dan
perkembangan makna”.
Adapun penjelasannya sebagi berikut:
1) Perkembangan bunyi (Fonologi)
Bunyi yang dihasilkan organ artikulasi
mengalami perubahan dan penyempurnaan. Pada tahap permulaan anak mengeluarkan
bunyi konsonan/vocal, kemudian berkembang menjadi fonem ketika anak mengucapkan
rangkap seperti Fonem ”Str” pada kata ”Strika” atau fonem ”r” pada kata ramai
dan rusak.
2) Perkembangan kata (Morfologi)
Perkembangan morfologi pada anak dari satu
kata menjadi kata, kadang-kadang anak mengucapkan dua kata menjadi kalimat,
kadang-kadang kita mendengar anak ”mama, Ali mencubit saya”, ”Koko memukul
saya”. Perkembangan morfologi anak semakin bertambah seiring dengan pertambahan
usianya atau dengan kata lain semakin bertambah usia semakin bertambah pula
jumlah kata yang diperoleh anak berkaitan dengan nama-nama benda permainan atau
kata-kata yang berhubungan dengan kebutuhan anak sehari-hari.
3) Perkembangan kalimat (Sintaksis)
Anak menyusun kalimat dari kata yang diketahui
dan dikenalnya. Perkembangan kalimat pada anak diperoleh ketika anak berada
dalam lingkungan keluarga. Anak mulai menyusun kalimat dengan kata-kata pertama
berupa kata benda (subjek) kemudian kata kerja (predikat), misalnya ”mama
pergi”, ”kakak makan nasi”.
4) Perkembangan makna (Semantik)
Perkembangan semantik pada anak sudah nampak
sejak anak itu menggunakan kalimat yang terdiri dari dua kata. Perkembangan
semantik anak semakin lama semakin cepat. Anak mengucapkan kata-kata selalu
mengaitkan dengan maknanya sehingga kata-kata yang diucapkan dapat dipahami
oleh teman bicaranya. Peran orang tua atau orang yang dekat dengan anak itu
akan menentukan perkembangam semantik anak dengan mengarahkan dan memberi
perbaikan ucapan kata akan memberi kesadaran makna kata dan pertumbuhan
semantik anak.
Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula
adalah dengan cara menunjukkan berbagai benda-benda yang dilihatnya atau kata
yang dapat menunjukkan pada pengertian tempat ”di sini” atau ”sekarang”. Daftar
kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa diperkirakan bahwa
seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270 kata.
b.
Tahap
Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Beberapa aspek
yang berkaitan dengan perkembangan bahasa lisan anak (Dhieni, 2006:3.4) adalah sebagai
berikut :” kosakata, sintaks/tata bahasa, semantika dan fonem atau bunyi”.
Adapun
penjelasannya sebagai berikut:
1)
Kosa kata,
seiring dengan perkembangan anak dan pengalamannya berinteraksi dengan
lingkungannya, kosa kata anak berkembang dengan pesatnya.
2)
Sintaks (tata
bahasa), walaupun anak belum mempelajari tata bahasa, akan tetapi melalui
contoh-contoh berbahasa yang didengar dan dilihat anak di lingkungannya, anak
telah dapat menggunakan bahasa lisan dengan susunan kalimat yang baik.
3)
Semantika
adalah penggunaan kata yang sesuai dengan tujuannya, anak TK sudah dapat
mengekspresikan keinginannya, penolakannya, pendapatnya dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang tepat.
4)
Fonem (bunyi),
anak TK sudah memiliki kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya
menjadi satu kata yang mengandung arti. Perkembangan bahasa yang terjadi pada
anak usia TK yang pembelajarannya melalui metode bercerita dimana anak dapat
berkomentar antara apa yang ia dengar ketika guru menyelesaikan ceritanya.
Perkembangan
kemampuan bahasa anak Taman Kanak-kanak ditandai oleh usia dan karakteristik
anak dalam bertindak, perkembangan bahasa tersebut melalui beberapa tahapan.
Tahapan
perkembangan bahasa tersebut (Mustakim, 2001:34) adalah sebagai berikut :
1)
Tahap Random
dengan karakteristik bunyi lisan, 2) Tahap Unitary
dengan karakteristik menggunakan kata sebagai kalimat, 3) Tahap Perluasan
ditandai dengan karakteristik kata-kata pivot, 4) Tahap Struktural ditandai
dengan karakteristik penguasaan kosa kata yang berkembang sesuai dengan
pembentukan lingkungan kesehariannya, 5) Tahap Otomatik ditandai dengan
karakteristik anak sudah mampu menggunakan dua kalimat untuk mengemukakan
maksud tertentu secara otomatis, 6) Tahap Kreatif ditandai dengan karakteristik anak mampu menggunakan
kata-kata yang pengertiannya abstrak.
c. Indikator
Perkembangan Bahasa Ekspresif Anak
Di dalam kehidupan kita sehari-hari dapat dilihat langsung perkembangan
berbicara pada anak, kita dapat membedakan kemampuan anak dalam berbicara terhadap
orang yang dikenalinya. Perkembangan berbicara pada anak berbeda-beda sehingga
ada anak yang dapat cepat berbicara dan ada pula anak yang berbicaranya lamban,
mungkin karena ada beberapa factor yang mendasari hal tersebut, yang dapat kita
ketahui dengan memperhatikan langsung sekitar kita.
Di dalam dunia anak ada aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam
rangka mengamati perkembangan bicara anak, bila seorang anak akan mengatakan
atau memahami sesuatu, ia harus mempunyai daftar kata-kata atau vocabulary yang
cukup memadai, yang dengan kata lain kita bisa mengatakan bahwa si anak
mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami bahasa aktif dan
pasif, menemukan kata-kata yang tepat, memahami apa yang diucapkan (pengertian
kalimat).
Seorang anak kecil belajar berbicara, mula-mula adalah dengan cara
menunjukkan berbagai benda-benda yang dilihatnya (kursi, meja makan, boneka,
dsb), atau kata yang dapat menunjukkan pada pengertian tempat “di sini” atau
“sekarang”. Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas. Namun bisa
diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknya memerlukan 270
kata. Pada usia 4 tahun kemampuan bahasa anak akan berkembang. Anak pada usia
ini sudah mampu mengucapkan sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia, kosa
kata yang dikuasainyapun telah berkembang mencapai 1.500 kata.
Di dalam mengajarkan anak usia taman Kanak-kanak seorang guru harus
mempersiapkan indikator-indikator apa yang akan digunakan dalam mengajarkan
anak didiknya khususnya pada pengembangan bahasa ekspresif anak yang akan
menunjang pembelajaran apada anak didiknya. Di mana dalam pengembangan bahasa
ekspresif anak terdapat berbagai macam indikator-indikator (Dhieni, 2006 :9.7)
antara lain :
1)Menyebutkan nama diri, nama orang tua, jenis
kelamin, alamat rumah dengan lengkap, 2) Anak diharapkan agar dapat
berkomunikasi/berbicara lancar secara lisan dengan lafal yang benar, 3)
Bercerita menggunakan kata ganti saya, dan aku
Pendapat lain tentang perkembangan
bahasa, Lerner, (Ali Nugraha, 2007:10.26), menyatakan bahwa :
”Dasar utama perkembangan bahasa adalah
pengalaman-pengalaman berbahasa yang kaya. Pengalaman-pengalaman yang kaya itu
akan menunjang faktor-faktor bahasa yang lain, yaitu : (1) mendengarkan, (2)
berbicara, (3) membaca, dan (4) penulisan. Mendengar dan membaca termasuk
keterampilan berbahasa yang menerima atau reseptif. Sedang berbicara dan
penulisan atau mengarang termasuk keterampilan bahasa ekspresif.
Usia Kemampuan bahasa anak menurut
Iga Partiwi, (Artikel Dunia Anak, 2008) mengatakan bahwa ada beberapa tahapan dalam
usia kemampuan anak yaitu :
1) 0-1bulan Respons bayi saat mendengar suara
dengan melebarkan mata atau perubahan irama pernafasan atau kecepatan menghisap
susu, 2) 2-3 bulan Respons bayi dengan memperhatikan dan mendengar orang yang
sedang bicara, 3) 4 bulan Menoleh atau mencari suara orang yang namanya
dipanggil, 4) 6-9 bulan , mengerti bila namanya disebut, 5) 9 bulan Mengerti
arti kata "jangan", 6) 10-12 bulan Imitasi suara, mengucapkan mama/papa
dari tidak berarti sampai berarti kadang meniru 2-3 kata Mengerti perintah
sederhana seperti "Ayo berikan pada saya", 7) 13-15 bulan
Perbendaharaan 4-7 kata, 20% bicara mulai dimengerti orang lain, 8) 16-18 bulan
Perbendaharan 10 kata, beberapa ekolalia (meniru kata yang diucapkan orang lain), 25% dapat dimengerti
orang lain, 9) 22-24 bulan Perbendaharan 50 kata, kalimat 2 kata, 75%
dapat dimengerti orang lain, 10)
2-2,5 tahun Perbendaharan > 400 kata, termasuk nama, kalimat 2-3 kata, 11)
mengerti 2 perintah sederhana sekaligus, 12) 3-4 tahun Kalimat dengan 3-6 kata
; bertanya, bercerita, berhubungan
dengan pengalaman, hampir semua dimengerti orang lain 4-5 tahun Kalimat degan
6-8 kata, menyebut 4 warna, menghitung sampai 10
.
2.
Penerapan
Metode Bercerita dalam Mengembangkan Kemampuan Bahasa Ekspresif Anak Usia TK
Menikmati sebuah cerita mulai tumbuh pada seorang anak semenjak anak
mengerti akan peristiwa yang terjadi di sekitarnya dan setelah memorinya mampu
merekam beberapa kabar berita, masa tersebut terjadi pada usia 4-6 tahun yang
ditandai oleh berbagai kemampuan, Depdiknas (Dhieni, 2006:6.4), yaitu sebagai
berikut :
a. mampu menggunakan kata ganti saya dalam
berkomunikas, b) memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja,
kata sifat, keadaan, kata tanya dan kata sambung, c) menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang
sesuatu, d) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan
tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana, e) mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu
melalui gambar.
Menurut Dhieni (2006 : 6.35) bahwa ada 8
langkah-langkah penerapan metode bercerita dengan menggunakan alat
peraga yaitu berupa buku cerita adalah sebagai berikut :
1) Anak mengatur posisi duduknya, 2) Anak
memperhatikan guru menyiapkan alat peraga, 3) Anak termotivasi untuk
mendengarkan cerita, 4) Anak diberi kesempatan untuk memberi judul cerita, 5)
Mendengarkan judul cerita, 6) Anak mendengarkan cerita guru sambil
memperhatikan gambar yang guru perlihatkan, 7) Setelah selesai bercerita anak
memberikan kesimpulan isi cerita, 8) Guru melengkapi kesimpulan tentang isi
cerita dari anak
Dengan demikian seorang anak dengan usianya yang masih balita dapat
memperhatikan penyampaian cerita sederhana yang sesuai dengan karakternya, ia
akan mendengarkan cerita itu dan menikmatinya dengan seksama terhadap apa yang
disampaikan orang lain sehingga anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya
dan anak dapat menjawab pertanyaan selanjutnya, bercerita serta mengekspresikan
terhadap apa yang ia dengar sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami.
Maka dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya anak memiliki cara-cara
tersendiri sesuai dengan tahapan perkembangannya, dalam menanggapi suatu pokok
bahasan yang diceritakan. Sehingga anak secara bertahap dapat berpikir abstrak
dan konstruktif.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat dipaparkan bahwa penerapan
metode bercerita dapat mengembangkan bahasa ekspresif anak. Hal ini dapat
dilihat dengan langkah-langkah penerapan metode bercerita sebagai berikut :1) Anak mengatur posisi duduknya, 2) Anak memperhatikan guru menyiapkan alat
peraga, 3) Anak termotivasi untuk mendengarkan cerita, 4) Anak diberi
kesempatan untuk memberi judul cerita, 5) Mendengarkan judul cerita, 6) Anak
mendengarkan cerita guru sambil memperhatikan gambar yang guru perlihatkan, 7)
Setelah selesai bercerita anak memberikan kesimpulan isi cerita, 8) Guru
melengkapi kesimpulan tentang isi cerita dari anak.
B.
Saran
Bagi guru TK khususnya, diharapkan mampu menerapkan metode yang tepat dalam
proses pembelajaran, utamanya dalam kegiatan metode bercerita. Hal ini
disebabkan karena tidak semuanya anak normal, kadang kala ada anak yang
mempunyai kepribadian yang lain, misalnya autis, dan ini tentunyan membutuhkan
keterampilan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli, Dan Sulaiman Samad. 2003. Pedoman
Penulisan Skripsi . Makassar, FIP : Universitas Negeri Makassar
Bachri, S Bachtiar. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita,
Teknik dan Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud
Dhieni, Nurbiana dkk. 2006. Metode Pengembanga Bahasa.. Jakarta : Universitas Terbuka
Fisal Rizaldi. 2008. Pengertian Bahasa Lisan : Defenisi-Pengertian
Bahasa Ekspresif. (on line). Vol 1 No. 2, (http/organisasi.
Orang/Defenisi-Pengertian Bahasa Lisan. com/Diakses 24 April 2009)
Masitoh, dkk. 2006. Strategi Pembelajaran
TK. Jakarta : Universitas Terbuka
Moeslichatoen.2004. Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Montolalu, dkk. 2007. Bermain dan Permainan
Anak. Jakarta : Universitas Terbuka
Musfiroh,
Tadkiroatun. 2005. Bercerita Untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Mustakim Nur dkk. 2001. Metode Pengembangan
Bahasa. Jakarta : Universitas Terbuka
Nugraha, Ali. 2007. Kurikulum dan Bahan
Belajar TK. Jakarta : Universitas Terbuka
Sitti Aisyah, dkk. 2007. Perkembangan dan
Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Universitas Terbuka.
Tampubolon. 1991. Mengembangkan Minat dan
Kebiasaan Membaca pada Anak. Bandung :
Angkasa
Tim Penyusun. 2003. Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Belajar mengajar Penilaian Pembuatan dan Penggunaan Sarana (Alat
Peraga) di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Tim Penyusun. 2007. Pedoman Pembelajaran
Bidang Pengembangan Berbahasa di Taman Kanak-kanak. Jakarta : Depdikbud
Widodo Judarwanto. 2008. Perkembangan
bicara dan Bahasa : Perkembangan Bahasa Anak Pra Sekolah.. (on
line) Vol.1 No. 3 (http/www.children clinic.com/: Diakses 22 April 2009.
Wijayana, Widiarmi, dkk. 2006. Metode
Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta
: Universitas Terbuka
huaaaa...mantap sekali artikelnya assalamualaikum sya mhon izin mengcopas ariktlnya buat tugas sekolah syaa terimakasih
ReplyDeleteAdakah anda memerlukan Pinjaman?
ReplyDeleteAdakah anda sedang mencari Kewangan?
Adakah anda sedang mencari Pinjaman untuk membesarkan perniagaan anda?
Saya rasa anda telah datang ke tempat yang betul.
Kami menawarkan Pinjaman pada kadar faedah yang rendah.
Orang yang berminat sila hubungi kami di
Untuk maklum balas segera kepada permohonan anda, Sila
balas e-mel di bawah ini sahaja.
Whats-app +918256953815
ushaservicesonline@gmail.com
Sila, berikan kami maklumat berikut jika berminat.
1) Nama Penuh: ………
2) Jantina: ………
3) Amaun Pinjaman Diperlukan:………
4) Tempoh Pinjaman:………
5) Negara:………
6) Alamat Rumah:………
7) Nombor Telefon Bimbit:………
8)Pendapatan Bulanan: ………………………
9) Pekerjaan: ………………………
)Tapak manakah yang anda lakukan di sini tentang kami…………………
Terima kasih dan salam mesra.
ushaservicesonline@gmail.com
+918256953815