Friday 7 March 2014

PENGERTIAN PERKEMBANGAN




1.      Menurut Lewin yang dikutip oleh Drs. Agus Sujanto, hakekat perkembangan itu adalah pembahan tingkah laku.[1] Dalam hal ini pokok-pokok pikirannya dalam masalah perkembangan sebagaimana dijelaskan oleh Drs. Agus Sujanto. Sebagai berikut:
  1. Perkembangan berarti pembahan dalam variasi tingkah laku, makin bertambah umur seseorang makin bertambah pula pola pemikirannya, kegiatannya makin bertambah pula.
  2. Perkembangan berarti pembahan dalam organisasi dan struktur tingkah laku.[2]
2.      Menurut Allport bahwa perkembangan itu merupakan proses difrensiasi dan integrasi yang berlangsung secara berangsur-angsur. Maksudnya bahwa pada mulanya belum ada difrensiasi pada anak, misalnya pemikiran, gerakan yang belum terdifrensiasikan, kemudian berkembang, sehingga terjadilah difrensiasi pada anak selanjutnya.[3]
3.      Murphy berpendapat bahwa tentang perkembangan itu dapat dilihat beberapa periode sebagai berikut:
1)      Periode bayi
Pada periode ini sifat dan tingkah laku anak mula-mula bertaraf refleks minimal. Hidupnya hanya untuk mengembangkan diri secara biologis, psikologis. Kemudian gerakan refleks ini masih berhubungan dengan kebutuhan utama yaitu makan dan minum, perasaan masih dangkal dan belum terdiferensiasi, tetapi hari demi hari, rohaninya mulai mengalami kemajuan dan timbullah kemampuan untuk berbicara dengan gerakan simbol.
2)      Periode pra sekolah.
Pada periode ini, anak memiliki sifat egoistis dan penuh dengan imajinasi, anak suka menanyakan apa yang dilihat di sekitarnya dan berusaha menemukan dirinya, bahwa ia berbeda dengan orang lain, akhirnya timbullah perbuatan yang sering bertentangan dengan perintah orang lain, melawan dan mengerjakan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak orang lain.[4]
3)      Periode Pubertas.
Periode ini terkenal sebagai masa yang penuh dengan kesukaran percobaan dan kegoncangan. Dalam periode ini anak sudah mulai berpikir secara kritis, mampu berpikir abstrak. Mulai mengenal nilai-nilai tetapi masih merupakan pertentangan jiwanya yang sering perasaannya bergolak, bercita-cita tinggi tetapi tidak menyadari apa konsekwensinya.
4)      Periode adolesen.
Dalam periode ini anak sudah bisa menyelesaikan pembentukan kepribadian menjadi suatu kepribadian sosial dan berpikir secara bebas dan bertanggung jawab dalam pembangunan.
5)      Periode Dewasa
Dalam periode ini manusia telah memiliki sifat emosi yang mantap, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ia sudah dapat menghayati nilai, baik dari segi fisik maupun psikis sebelum ada pengaruh dari luar. Sebab pengaruh dari luar itu sangat besar dampaknya terhadap perkembangan dan proses pendewasaan anak. Oleh sebab itu, perlu diadakan kontrol lewat pendidikan yang merupakan non formal.
Pembentukan dalam arti kata pendewasaan anak juga dikemukakan oleh Drs. Ahmad D. Marimba membagi atas 3 proses yaitu:
1.      Pembiasaan
2.      Pembentukan pengertian
3.      Pembentukan kerohanian yang luhur.[5]

Ketiga proses tersebut saling bantu membantu dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya, sebab hal-hal yang dibiasakan oleh seorang anak pada waktu kecilnya akan menjadi bagian dari kedewasaannya. Kalau membiasakan sifat-sifat yang baik pada waktu kecilnya, maka kelak akan terbentuk pada dirinya sifat-sifat kedewasaan, demikian pula sebaliknya.
Dengan pernyataan tersebut di atas, jelaslah bahwa untuk membentuk seorang anak dengan sifat-sifat kedewasaan, hendaknya selalu dididik sewaktu kecilnya untuk membiasakan kepada hal-hal yang baik.
Dalam hal ini Al-Gazali telah menegaskan bahwa melatih pemuda-pemudi adalah suatu hal yang terpenting dan ibarat permata yang mahal harganya. Maka pabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, maka ia akan besar dengan sifat-sifat baik serta akan berbahagia dunia akhirat. Sebaliknya jika terbiasa dengan adat-adat buruk ia akan hancur dan binasa.[6]
Dalam proses pendewasaan anak, tentu saja peranan orang tua sangat menentukan, sebab orang tualah yang merupakan pembina yang utama dalam hidup kedewasaan anak. Orang tualah yang memegang amanah dalam memberikan dan menentukan hal- hal yang dibiasakan oleh anak-anak mereka. Terutama pada tahun pertama dari kelahiran si anak, hal mana merupakan tahun yang sangat peka dalam kehidupan anak untuk menerima hal-hal yang dialami, dilihat dan didengar. Di sinilah peranan orang tua karena di samping ia harus memberikan tuntunan atau didikan yang baik untuk dibiasakan anak-anaknya, ia pula harus senantiasa melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk diteladani oleh anak-anaknya.
Demikianlah peranan pembiasaan dalam proses pendewasaan anak. Sebagai kesimpulan bahwa untuk terbentuknya kedewasan positif pada anak diperlukan pembiasaan dan latihan-latihan kepada hal-hal yang baik secara kontinyu dan teratur, karena dengan pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tertentu, pada anak-anak lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan karena telah menjadi bagian dari kedewasaan.


[1] Lihat, Agus Sujanto, Psikologi Kepribadian, (Cet. I; Jakarta : Aksara Baru, 1980), h. 91.

[2] Ibid.
[3] Ibid., h. 137.

[4] Siti Meicheti, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Cet. IV; Jakarta: t.p., 1980), h. 22.
[5] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. IV; Bandung: PT. Al-Ma’rif, 1980), h. 76.
[6] Lihat, Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Cet.. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 45.

PENGERTIAN KEDEWASAAN



Pengertian Kedewasaan.
Kedewasaan mempunyai banyak macam antara lain:
  1. Kedewasaan jasmani, apabila organ-organ dalam tubuh sudah mencapai perkembangan dan kesempurnaannya.
  2. Kedewasaan rohani tercapai apabila seseorang sudah dapat berbuat sendiri, berdiri sendiri dan bertanggung jawab sendiri atas segala tindakannya, kapan dan di mana ia berada.
  3. Kedewasaan sosial, berarti individu yang bersangkutan memahami tugas-tugas sosial yang dibebankan kepada setiap individu yang menjadi anggota kelompok tertentu.
  4. Kedewasaan religius, adalah kehidupan beragama.[1]
Dari pengertian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa pembentukan anak ke arah kedewasaan, hendaknya diawali dengan pendidikan sedini mungkin secara baik dan kontinyu, di mana melalui pendidikan anak akan lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadiannya. Dengan kata lain lebih mengarah kepada afektif. Sementara melalui pengajaran yang didapatkannya dari orang-orang di sekitamya, anak lebih diharapkan terarahkan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau menonjolkan dimensi kognitif dan psikomotor yang ada pada dirinya.


[1] Lihat, Abd. Muin Pengau, Ilmu Mendidik, (Cet. I; t.tp t.p, 1974), h. 5.

PENGERTIAN PENDIDIKAN




Pengertian pendidikan dari beberapa pendapat:
  1. Menurut Carter.
Pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip-pninsip dan metode-metode mengajar, pengawasan dan bimbingan murid dalam arti luas dengan istilah pendidikan.[1]

  1. Sir Godfrey Thomson.
Yang dimaksud dengan pendidikan ialah pengaruh dari pada lingkungan atau individu untuk menghasilkan suatu perubahan dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikapnya.[2]

  1. Ki Hajar Dewantara.
Pendidikan adalah “sebagai tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak”.[3]

  1. Prof. Dr. Ir. Tb. Bakhtiar Rivai.
Pendidikan adalah segala usaha pembinaan kepribadian dan pengembangan kemampuan manusia Indonesia seumur hidup baik jasmani maupun rohani dalam rangka pembinaan dan perwujudan masyarakat pancasila.[4]

Dari pengertian di atas, penulis dapat memahami bahwa di dalam kehidupan manusia itu sejak dilahirkan, membutuhkan pertolongan dan bimbingan. Hal ini manusia memang dituntut agar belajar dan siap sedia menerima pendidikan atau pengajaran, sebagaimana ditegaskan dalam surah al-Alaq ayat 1-5:
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah (3) Yang mengajar (manusia) denga perantaraan kalam (4) Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5).[5]

Jadi jelaslah bahwa pendidikan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan kewajiban bagi orang Islam. Oleh karena itu kaum muslimin hendaknya lebih bersemangat serta lebih memperhatikan adanya suatu usaha dalam penyebaran ilmu pengetahuan untuk mencapai keridhaan Allah.


[1] Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Cet. IX; Jakarta: 1980), h. 2.
[2] Ibid., h. 3.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Madinah al-Munawwarah: Mujamma’ Khadim al-Haramain asy Syarifain al-Malik Fahd li’Thia’at al Mushhaf asy Syarif, 1412 H.), h. 1079.

PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM NON FORMAL




Pendidikan Islam nonformal adalah semua bentuk pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sengaja, tertib dan terencana yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat, dan yang bertanggungjawab adalah para ulama, uztads, muballigh dan pemuka-pemuka Islam lainnya, serta tokoh masyarakat dan pimpinan-pimpinan organisasi.
Pelaksanaan pendidikan dalam masyarakat dapat berlangsung kapan dan di mana saja dengan berbagai bentuk dan model penyajiannya, seperti penyuluhan dan bimbingan keagamaan, pengajian-pengajian, seminar-seminar, diskusi, majelis taklim dan lain sebagainya, yang peranannya sangat besar dalam meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai ajaran Islam.
Di samping, tanggung jawab tokoh agama, dan tokoh masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan Islam di tengah-tengah masyrakat, juga setiap individu mempunyai peranan yang signifikan dalam pelaksanaan pendidikan Islam, sebab ajaran Islam menyuruh umatnya memperbiki diri pribadinya terlebih dahulu, kemudian menyampaikan kepada orang lain. Oleh karena itu, setiap individu harus mampu mencegah dirinya dari hal-hal yang mungkar, kemudian mengajak orang lain untuk berbuat baik (ma’ruf).
Dari uraian tersebut, maka penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Pendidikan Islam, baik formal, nonformal dan informal mempunyai andil dan peranan yang sangat penting dalam pembinaan umat untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai ajaran-ajaran Islam, baik secara pribadi, kelompok maupun dalam hidup bermasyarakat dalam rangka mengabdikan diri kepada Allah Swt. sebagai tujuan akhir dari pendidikan Islam itu sendiri.

PENGERTIAN AKHLAK




Akhlak menurut Imam Al-Gazali adalah “... sifat yang tertanam dalam jiwa daripadanya timbul perbuatan tanpa memelukan pemikiran”.[1] Akhlak juga merupakan salah satu manifestasi dari keimanan seseorang, dari akhlak itulah lahir perbuatan-perbuatan yang terpuji, mulia dan terhormat dalam pandangan Allah dan pandangan manusia.
Drs. Nasaruddin Razak, mengatakan bahwa akhlak adalah sikap mental dan laku perbuatan yang lurus, akhlak adalah merupakan produk keyakinan atas kekuasaan dan kehendak Allah atau produk jiwa tauhid.[2]
Akhlak inilah yang turut menentukan martabat seseorang maupun martabat suatu masyarakat. Bila dalam suatu masyarakat merajalela perbuatan-perbuatan amoral, menandakan bahwa masyarakat tersebut tidak memiliki akhlak yang baik dan ini merupakan alamat keruntuhan suatu masyarakat.
Dari gambaran tersebut, menunjukkan bahwa akhlak merupakan salah satu bagian dari kehidupan beragama yang tidak datat dipisahkan dengan bagian-bagian lainnya, yaitu aqidah dan syari’at. Di atas ketiga prinsip itulah agama Islam ditegakkan.


[1] Imam Al-Gazali, Ihya Ulumuddin, Diterjemahkan oleh Ismail Yakob, dengan judul “Ihya Al-Gazali”, (Jilid III; Semarang: CV. Faizan, 1977), h. 5.
[2] Lihat, Nasaruddin Razak, op. cit., h. 39.