PENGERTIAN PERKEMBANGAN
1.
Menurut
Lewin yang dikutip oleh Drs. Agus Sujanto, hakekat perkembangan itu adalah
pembahan tingkah laku.[1]
Dalam hal ini pokok-pokok pikirannya dalam masalah perkembangan sebagaimana
dijelaskan oleh Drs. Agus Sujanto. Sebagai berikut:
- Perkembangan berarti pembahan dalam variasi tingkah laku, makin bertambah umur seseorang makin bertambah pula pola pemikirannya, kegiatannya makin bertambah pula.
- Perkembangan berarti pembahan dalam organisasi dan struktur tingkah laku.[2]
2. Menurut
Allport bahwa perkembangan itu merupakan proses difrensiasi dan integrasi yang
berlangsung secara berangsur-angsur. Maksudnya bahwa pada mulanya belum ada
difrensiasi pada anak, misalnya pemikiran, gerakan yang belum
terdifrensiasikan, kemudian berkembang, sehingga terjadilah difrensiasi pada
anak selanjutnya.[3]
3. Murphy
berpendapat bahwa tentang perkembangan itu dapat dilihat beberapa periode
sebagai berikut:
1)
Periode
bayi
Pada periode
ini sifat dan tingkah laku anak mula-mula bertaraf refleks minimal. Hidupnya
hanya untuk mengembangkan diri secara biologis, psikologis. Kemudian gerakan
refleks ini masih berhubungan dengan kebutuhan utama yaitu makan dan minum,
perasaan masih dangkal dan belum terdiferensiasi, tetapi hari demi hari,
rohaninya mulai mengalami kemajuan dan timbullah kemampuan untuk berbicara
dengan gerakan simbol.
2)
Periode
pra sekolah.
Pada periode ini, anak memiliki sifat egoistis dan
penuh dengan imajinasi, anak suka menanyakan apa yang dilihat di sekitarnya dan
berusaha menemukan dirinya, bahwa ia berbeda dengan orang lain, akhirnya
timbullah perbuatan yang sering bertentangan dengan perintah orang lain,
melawan dan mengerjakan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak orang lain.[4]
3)
Periode
Pubertas.
Periode ini
terkenal sebagai masa yang penuh dengan kesukaran percobaan dan kegoncangan.
Dalam periode ini anak sudah mulai berpikir secara kritis, mampu berpikir
abstrak. Mulai mengenal nilai-nilai tetapi masih merupakan pertentangan jiwanya
yang sering perasaannya bergolak, bercita-cita tinggi tetapi tidak menyadari
apa konsekwensinya.
4)
Periode
adolesen.
Dalam periode ini anak sudah bisa menyelesaikan
pembentukan kepribadian menjadi suatu kepribadian sosial dan berpikir secara
bebas dan bertanggung jawab dalam pembangunan.
5)
Periode
Dewasa
Dalam
periode ini manusia telah memiliki sifat emosi yang mantap, kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ia sudah dapat menghayati nilai, baik dari
segi fisik maupun psikis sebelum ada pengaruh dari luar. Sebab pengaruh dari luar
itu sangat besar dampaknya terhadap perkembangan dan proses pendewasaan anak.
Oleh sebab itu, perlu diadakan kontrol lewat pendidikan yang merupakan non
formal.
Pembentukan
dalam arti kata pendewasaan anak juga dikemukakan oleh Drs. Ahmad D. Marimba
membagi atas 3 proses yaitu:
1. Pembiasaan
2. Pembentukan pengertian
3. Pembentukan kerohanian yang luhur.[5]
Ketiga
proses tersebut saling bantu membantu dan saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lainnya, sebab hal-hal yang dibiasakan oleh seorang anak pada waktu
kecilnya akan menjadi bagian dari kedewasaannya. Kalau membiasakan sifat-sifat
yang baik pada waktu kecilnya, maka kelak akan terbentuk pada dirinya
sifat-sifat kedewasaan, demikian pula sebaliknya.
Dengan
pernyataan tersebut di atas, jelaslah bahwa untuk membentuk seorang anak dengan
sifat-sifat kedewasaan, hendaknya selalu dididik sewaktu kecilnya untuk
membiasakan kepada hal-hal yang baik.
Dalam
hal ini Al-Gazali telah menegaskan bahwa melatih pemuda-pemudi adalah suatu hal
yang terpenting dan ibarat permata yang mahal harganya. Maka pabila ia
dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, maka ia akan besar dengan sifat-sifat
baik serta akan berbahagia dunia akhirat. Sebaliknya jika
terbiasa dengan adat-adat buruk ia akan hancur dan binasa.[6]
Dalam proses pendewasaan anak, tentu saja peranan orang
tua sangat menentukan, sebab orang tualah yang merupakan pembina yang utama dalam
hidup kedewasaan anak. Orang tualah yang memegang amanah dalam memberikan dan
menentukan hal- hal yang dibiasakan oleh anak-anak mereka. Terutama pada tahun
pertama dari kelahiran si anak, hal mana merupakan tahun yang sangat peka dalam
kehidupan anak untuk menerima hal-hal yang dialami, dilihat dan didengar. Di
sinilah peranan orang tua karena di samping ia harus memberikan tuntunan atau
didikan yang baik untuk dibiasakan anak-anaknya, ia pula harus senantiasa
melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk diteladani oleh anak-anaknya.
Demikianlah peranan pembiasaan dalam proses pendewasaan
anak. Sebagai kesimpulan bahwa untuk terbentuknya kedewasan positif pada anak
diperlukan pembiasaan dan latihan-latihan kepada hal-hal yang baik secara
kontinyu dan teratur, karena dengan pembiasaan dan latihan tersebut akan
membentuk sikap tertentu, pada anak-anak lambat laun sikap itu akan bertambah
jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan karena telah menjadi bagian dari
kedewasaan.
0 komentar :
Post a Comment