Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada Tahap Persidangan
TUGAS KELOMPOK
Mata Kuliah : Perlindungan
dan Pemberdayaan Hak Anak
Dosen
Mata Kuliah : Nurhasanah R, S.E.,S.Pd.I.,M.Pd
MAKALAH
“Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada
Tahap Persidangan”
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Perlindungan dan Pemberdayaan Hak Anak
OLEH
KELOMPOK IV
1.
Sukmawati (11 31 016)
2.
Irmasari (11 31
006)
3.
Iriani (11 31
008)
4.
Ardiana (12 31 003)
5.
Kasmira (12 31 020)
6.
Marhati (12 31 024)
7.
Marlina (12
31 029)
8.
Santi Aris (12 31 0
)
PENDIDIKAN GURU RAUDATUL ATFHAL (PGRA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-GAZALI BONE
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله رب العالمين. والصلاة
والسلام على اشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين. امابعد
Assalamu Alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat dan
salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Selanjutnya, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu kami
selama penyusunan makalah ini, secara khusus kepada :
1.
Dosen
Pembina Mata Kuliah, Nur Hasanah, SE, atas bimbingan dan arahannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
2.
Kedua
Orang Tua, atas doa dan bimbingannya.
3.
Rekan
Mahasiswa, atas partisipasinya.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami memohon maaf
kepada para pembaca apabila terdapat kesalahan didalamnya. Selanjutnya, kami
juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca
guna mencapai kesempurnaan dari makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Wassalamu
Alaikum Wr.Wb
Watampone,
25 Maret 2013
KELOMPOK IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasa kasih saying merupakan kebutuhan
yang paling mendasar dalam kehidupan anak. Terutama rasa kasih sayang yang diberikan dari orang tua. Tetapi dalam
kenyataannya, banyak anak dibesarkan dalam kondisi yang penuh dengan konflik
sehingga seringkali menyebabkan perkembangan jiwa anak tersebut menjadi tidak
sehat. Perkembangan kepribadian anak yang berada dalam situasi seperti itu dapat mendorong anak untuk melakukan tindakan-tindakan negatif yang sering dikategorikan sebagai kenakalan anak.
Kenakalan anak pada akhirnya bukan sekedar merugikan
orang tua dan masyarakat di sekitarnya. Tetapi lebih jauh mengancam masa depan bangsa dan negara, dimana anak merupakan generasi penerus masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Atas dasar hal tersebut, anak perlu dilindungi dari perbuatan-perbuatan
yang merugikan dirinya sendiri maupun merugikan orang lain di sekitarnya baik kerugian
mental, fisik, maupun sosial, mengingat kondisi dan situasi anak yang pada hakikatnya
masih belum dapat melindungi dirinya dari berbagai tindakan yang menimbulkan kerugian.
Dalam upaya
memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak anak yang berhadapan
dengan hukum, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan
perundang-undangan terkait, antara lain UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2003
tentang Perlindungan Anak.
Masalah perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum,
yang terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, menentukan bahwa:
a. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan,
penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
b. Hukuman
mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak
pidana yang masih anak;
c. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas
kebebasannya secara melawan hukum;
d. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara
anak hanya boleh dilakukan sesuaidengan hukum yang belaku dan hanya dapat
dilaksanakan sebagai upaya terakhir;
e. Setiap anak
yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan
dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan
harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya;
f. Setiap anak
yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;
g. Setiap anak
yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di
depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang
tertutup untuk umum.
B. Rumusan Masalah
A. Apa tugas hakim
pengadilan anak ?
B.
Apa tujuan perkara pidana anak ?
C.
Apa saja dasar pertimbangan keputusan hakim ?
D. Apa saja sanksi
anak nakal ?
C. Tujuan Penulisan
A.
Mengetahui tugas hakim pengadilan anak.
B.
Mengetahui tujuan perkara pidana anak.
C.
Mengetahui dasar pertimbangan keputusan hakim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakim Pengadilan Anak
Pada dasarnya,
Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak nakal diperadilan tingkatpertama/pengadilan negeri disebut Hakim Anak. Hakim Anak ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal. Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim Anak adalah :
a.
Telah
berpengalaman sebagai Hakim di pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum
b.
Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.
B. Penyidangan Perkara Pidana Anak
Tujuan penanganan perkara pidana pada umumnya adalah mencari,
mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka
prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting
eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan
dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat
disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hukum acara oleh
Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana tersebut.
Pada hakekatnya terhadap prinsip dasar dan tata cara persidangan
perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri mengacu kepada ketentuan Pasal
55- Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman
pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya maka pada asasnya
prinsip-prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di
Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut :
a.
Penuntut Umum,
Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orang tua, Wali/Orang tua Asuh dan Saksi wajib hadir dalam siding anak (Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)
b.
Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan
(Pasal 56 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Sebelum siding dibuka,
hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak
yang bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis.
Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan kesaksian di
depan Pengadilan Anak.
Maksud diberikannya laporan sebelum siding dibuka,
adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat siding berlangsung, melainkan beberapa saat sebelumnya. Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal-hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Penjelasan ini diberikan
di muka siding pengadilan anak. Laporan kemasyarakatan berisi:
1) Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan
kehidupan sosial anak; dan
2) Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak.
c. Pembukaan siding anak. Selanjutnya hakim membuka siding dan menyatakan siding tertutup untuk umum, kemudian terdakwa dipanggil masuk keruangan siding bersama orangtua, wali, orang tua asuh,
penasihat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan. Menurut kebiasaan
hakim lalu memeriksa identitas terdakwa,
dan setelah itu
hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Sesudahnya kalau ada kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum
d. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal (Pasal 11 Undang-Undang
No.3 Tahun 1997) Pemeriksaan anak di tingkat pertama dengan hakim tunggal, dan
dalam hal tertentu di pandang perlu yaitu apabila ancaman pidana atas tindak
pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan
sulit pembuktiannya maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan
perkara anak dilakukan dengan hakim majelis. Dengan “hakim tunggal” diharapkan
baik langsung ataupun tak langsung dapat lebih mempercepat proses penanganan
perkara sehingga peradilan dapat dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya
ringan.
e. Pemeriksaan perkara harus
dengan kehadiran terdakwa anak
Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu
pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke luar
sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing
kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari tindakan ini, adalah
agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan
saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi
menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan
terdakwa anak itu sendiri.
f. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan
keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang
No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar
terdakwa anak dibawa ke luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh,
penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang.
Maksud dari tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh
kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya
memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP
acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
g.
Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak
memakai toga atau pakaian dinas. Prinsip dasar ini ditegaskan dalam ketentuan
Pasal 6 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Adapun maksud mereka tidak memakai toga
atau pakaian dinas adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak
tersebut sehingga dapat memberikan keterangan dengan jelas dan tidak
berbelit-belit, dan agar tercipta suasana kekeluargaan pada sidang anak
sehingga pendekatan pada waktu memeriksa terdakwa anak dapat dilakukan secara
efektif, afektif, dan simpatik. Pada hakekatnya apabila dijabarkan mereka yang
tidak memakai toga atau pakaian dinas/PDH berlaku bagi Hakim dan Penuntut Umum,
sedangkan bagi penyidik tidak memakai pakaian dinas dan bagi Penasihat Hukum
tidak memakai toga.
h. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak
Menurut
ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan
putusannya, hakim member kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh
untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak, dengan alasan
bahwa selama ini kurang memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan.
Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada hakim untuk tidak menjatuhkan
putusan pidana tetapi menyerahkan kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan
lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum
menyampaikan requisitoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya
penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi (pembelaan) atas
terdakwa anak tersebut.
i.
Putusan
Dalam mengambil keputusan,
Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dan putusan harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum. Putusan
yang tidak diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum adalah batal demi hukum. Namun dalam Undang- Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alas an Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya.
Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan.
Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan siding pengadilan.
C. DasarPertimbanganKeputusan
Hakim
Hakim yang
menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orang tuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good
institution/prison). Hakim seharusnya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum siding dilakukan. Dalam mengambil putusan,
hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan
hakim bermotif perlindungan.
Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan
yang dilakukan; perkembangan jiwa anak; tempat menjalankan hukuman. Berdasarkan penelitian normatif,
diketahui bahwa yang
menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain :
a.
Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana.
b.
Keadaan psikologis anak setelah dipidana.
c. Keadaan psikologis
Hakim dalam menjatuhkan pidana.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan pidana
terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik
fisik, psikis, social maupun ekonominya, keadaan rumah tangga orang tua atau walinya,
keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak dengan
lingkungannya yang dapat diperoleh Hakim dari Petugas Pemasyarakatan. Pertimbangan dijatuhkannya pidana, adalah dengan harapan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, anak yang bersangkutan mendapat bimbingan dan pendidikan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal,
Hakim memperhatikan hal-hal
yang dapat memberatkan dan hal-hal
yang dapat meringankan.
Hal-hal yang memberatkan seperti
:
1) Perbuatan terlalu berlebihan dan bahkan menyamai kejahatan
yang dilakukan orang dewasa.
2) Anak pernah dihukum.
3) Usianya sudah mendekati dewasa.
4) Anak cukup berbahaya.
Hal-hal yang meringankan yaitu :
1) Si terdakwa
mengakui terus terang perbuatannya
2) Terdakwa menyesali
perbuatannya
3) Terdakwa belum pernah dihukum;
4) Terdakwa masih muda dan masih banyak baginya kesempatan untuk
memperbaiki kesalahannya;
5) Bila
tindakannya dilatarbelakangi pengaruh yang kuat dari keadaan lingkungannya,
keluarga berantakan, anak ditelantarkan atau kurang dipehatikan orangtuanya.
D. Sanksi Terhadap Anak
Nakal
Putusan hakim dalam siding pengadilan anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa
(Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):
1) Pidana penjara
2) Pidana kurungan
3) Pidana denda, atau
4) Pidana pengawasan.
Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan
berupa:
1)
Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau
2) Pembayaran ganti kerugian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
§ Tugas Hakim
yaitu memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal.
§
Tujuan penanganan perkara pidana adalah mencari,
mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hokum acara oleh Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana.
§
Berdasarkan penelitian normatif,
diketahui bahwa yang
menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain :
b.
Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana.
b. Keadaan psikologis anak setelah
dipidana.
c.
Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana.
§ Adapun
sanksi-sanksi kepada anak nakal,menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1997,Pasal
23,yaitu:
1) Pidana penjara
2) Pidana kurungan
3) Pidana denda, atau
4) Pidana pengawasan.
Disamping
pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa:
1)
Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau
2) Pembayaran anti kerugian.
B. Saran
Hakim
seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum siding dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan
hakim bermotif perlindungan.
DAFTAR PUSTAKA
Pasal
1 butir 7 KUHAP
Pasal
1 butir 6 KUHAP
0 komentar :
Post a Comment