Konsep Iman Menurut Aliran Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariah, dan Maturidiah

Monday, 23 September 2013

Konsep Iman Menurut Aliran Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asy’ariah, dan Maturidiah


Para Mutakallimin secara umum merumuskan unsur-unsur iman terdiri dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan; dan al-‘amal bi al-jawarih. Ada yang berpendapat unsur ketiga dengan istilah yang lain: al-‘amal bi al-arkan yang membawa maksud melaksanakan rukun-rukun Islam.[1]
Perbedaan dan persamaan pendapat para mutakallimin dalam konsep iman nampaknya berkisar di sekitar unsur tersebut. Bagi Khawarij antaranya mengatakan pengertian iman itu ialah, beriktikad dalam hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa.[2]

Pengertian yang diberikan oleh Khawarij di atas, sama dengan Mu’tazilah pada unsur yang pertama dan yang kedua, tetapi berbeda pada unsur yang ketiga di dalam hal menjauhkan diri dari segala dosa, bagi Khawarij termasuk dosa kecil. Sedangkan bagi Mu’tazilah hanya menjauhkan diri dari dosa besar sahaja.[3]
Bagi Murjiah pula, menurut al-Bazdawi mayoritas mereka berpendapat bahawa iman itu hanyalah ma’rifah kepada Allah semata-mata. Sedangkan bagi Asy’ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati, dan itulah iktikad.[4] Di sini terdapat persaman antara konsep Murjiah dan Asy’ariah yang menekankan tugas hati bagi iman atas pengakuan. Cuma Murjiah menggunakan perkataan ma’rifah, sementara Asy’ariah menggunakan al-tasdiq.
Sementara aliran Maturidiah berpendapat, iman adalah kepercayaan dalam hati yang dilahirkan atau dinyatakan dengan lisan, sedangkan ketaatan terhadap perintah-perintah Allah merupakan akibat atau buah dari iman itu sendiri.[5] Oleh karena itu, orang yang meninggalkan ketaatannya kepada Allah, dia bukanlah menjadi kafir lantaran perbuatannya itu. Dalam hal ini, al-Bazdawi berpendapat bahwa iman adalah sebagai jaminan bagi seseorang (Muslim) untuk masuk syurga, sedang tingkat ketaatannya kepada Allah merupakan penentu terhadap tingkatan atau derajat yang akan diperoleh seseorang di syurga kelak.[6]
Selanjutnya konsep Maturidiah secara umumnya sama dengan konsep Asy’ariah dari ahli al-sunnah wa al-jama’ah, cuma sedikit perbedaan, yaitu bagi Maturidiah tasdiq dengan hati mesti satu kesatuan beriqrar dengan lidah. Sedangkan bagi Asy’ariah hanya memadai dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan, taqrir dengan lisan tidak diperlukan, kerana taqrir dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam adalah merupakan cabang dari iman.[7]
Pendapat Ahli al-Sunnah wa al-Jama’ah golongan Asy’ariah yang agak lebih lengkap tentang iman seperti yang diberikan oleh al-Baghdadi yang dikutip oleh Harun Nasution, ia menerangkan bahawa ada tiga bahagian.
a. Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka, yaitu: Mengakui Tuhan, kitab, para Rasul, qadar baik dan jahat, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syari’at.
b.  Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasiq dari seseorang serta yang melepaskan dari neraka, yiaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi segala dosa besar.
c.  Iman yang menjadikan seseorang itu memperolehi prioritas untuk langsung masuk ke syurga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunat dan menjauhi segala dosa.[8]
Dari uraian di atas, dapat dibuat kesimpulan bahawa konsep iman dari aliran yang lima ini, secara umum dapat dibahagi kepada dua:
1.    Konsep yang menerima unsur-unsur iman itu secara mantap ketiga-tiganya, yaitu, al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan, al-‘amal bi al-jawarih atau al-‘amal bi al-arkan.
2.    Konsep yang menekankan kepada unsur pertama sahaja dari ketiga-tiga unsure tersebut. Unsur-unsur kedua dan ketiga bagi golongan ini hanya merupakan cabang-cabang saja dari iman. Pendapat yang kedua ini terdapat pada golongan yang berpendapat arti iman sebagai ma’rifah dan tasdiq. Golongan ini termasuk Murjiah, Asy’ariyyah dan Maturidiyyah.



[1]Jalal Abd. Hamid Musa, Nasy’ah al-Asy’ariyyah wa tatawwaruha, (Lebanon: Dar al-Kitab,1975), h. 265.
[2] Al-Bazdawi, Kitab Usuluddin, (Kahirah: Dr. Hans Piter Linss (Et. Al), Dar Haya’ t.th), h. 265.
[3] Ibid, 265
[4] Ibid, 265
[5] H. M. Arief Halim, Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer; Sejarah Pemikiran Perkembangan, (Makassar: UMI Makassar, 2008), h. 188
[6]  Al-Bazdawi, Op. cit., h. 146
[7] Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 1.
[8] Lihat, Ibid., h. 29.

0 komentar :

Post a Comment